Sabtu, 13 Juni 2009

Pentakosta

Sdr. Eko Aria

07 Juni 2009

Kisah Para Rasul 2:1-47; 7-8:1a


Kita akan melihat khotbah yang dicatat Lukas berkaitan dengan peristiwa Pentakosta untuk kita mendapatkan gambaran yang lebih utuh mengenai peristiwa fenomenal ini. Pertama kita akan lebih terfokus pada khotbah Petrus. Khotbah ini dicatat sebagai bagian yang menjelaskan peristiwa fenomenal tersebut. Alkitab tidak membiarkan kita berhenti pada pertanyaan-pertanyaan yang akan bergulir liar dengan membiarkan peristiwa fenomenal tersebut tanpa tafsiran. Ada beberapa jenis respon terhadap peristiwa besar tersebut. Ada yang tercengang heran, namun ada juga yang mencibir dan mengatakan bahwa mereka sedang mabuk oleh anggur. Ketika berhadapan dengan sebuah peristiwa kita akan melihat bahwa kita bisa meresponinya dengan sikap yang berbeda. Ada orang yang memang tidak percaya dan memutuskan untuk tidak percaya, namun ada mereka yang memang dikaruniakan Tuhan untuk mencari kebenaran. Disini kita melihat bahwa peristiwa spektakuler ataupun mujizat-mujizat besar tidak menjadi jaminan bagi seseorang untuk bertobat. Ev. Inawati Tedy menyatakan bahwa mujizat-mujizat yang diberikan sering kali tidak membuat manusia bertobat. Dan hal tersebut kita lihat konfirmasi secara jelas dalam bagian ini, setelah khotbah Petrus kita melihat bahwa banyak diantara mereka yang menjadi percaya, kalimat itu (bahwa banyak yang menjadi percaya pada ay 41) muncul bukan setelah mujizat besar tersebut terjadi melainkan setelah Petrus selesai memberikan khotbahnya. Iman muncul dari Firman. Iman yang tidak didasarkan pada Firman adalah iman yang salah. Apa yang kita imani, apa yang menjadi dasar iman kita??? Namun yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah, apakah yang dimaksudkan bahwa iman kita berdasarkan Firman. Apakah kita pikir bahwa bila dalam otak kita ada beberapa proposisi ortodoks atau seperangkat kalimat Kristen seperti :”Yesus Kristus satu-satunya Juruselamat; Tuhan Yesus mati disalib dan dibangkitkandsb. itu berarti kita sudah beriman sesuai dengan Firman??? Ketika ada rangkaian kalimat dalam kepala kita apakah itu berarti bahwa kita sudah beriman berdasarkan Firman tersebut??? Saya percaya tidak, apa yang terjadi dalam orang-orang yang menerima khotbah Petrus bukanlah demikian.

Kembali kepada peristiwa besar yang tadi. Kita mungkin banyak mendengar mengenai peristiwa Pentakosta selalu dihubungkan dengan lidah-lidah api yang menyala, bahasa-bahsa lidah (bahasa-bahasa) sebagai hal yang menyertai peristiwa Pentakosta. Namun Alkitab tidak berhenti hanya sampai disana, peristiwa itu dilanjutkan dengan perwartaan berita mengenai Kristus. Disini kita melihat bahwa peristiwa turunnya Roh Kudus berkaitan langsung dengan direbut kembalinya penafsiran kitab suci yang benar. Ada ortodoksi yang dipulihkan, ada pewartaan Firman yang benar. Mujizat besar yang terjadi di sini adalah untuk memberikan konfirmarsi terhadap berita Injil yang selanjutnya diberitakan. Peristiwa tersebut mengkonfirmasi Firman, bukan sebaliknya, Firman berfokus kepada peristiwa besar. Dalam zaman kita sering terjadi keanehan yang luar biasa besar, yaitu bahwa Pentakosta lebih sering dikaitkan dengan lidah api, sementara khotbah dan Firman yang muncul dari mulut Petrus yang menjelaskan peristiwa itu justru disingkirkan. Ini sangat aneh namun tidak mengherankan. Kita memang hidup dalam zaman yang menggandrungi hal-hal yang spektakuler dan yang tidak biasa, dari iklan, model rambut, gaya berpakaian, group-group band, semuanya aneh, dan tidak heran di dalam gereja pun gejala keanehan juga sangat digemari. Pendeta memakai anting, khotbah yang aneh, pola kesembuhan yang aneh, tertawa, jatuh, bergetar-getar, kejang bahkan bersuara-suara seperti binatang, hal-hal aneh tersebut kita jumpai dalam gereja.

Khotbah Petrus mengarah kepada Yesus orang Nazaret yang telah melakukan banyak mujizat yang menunjukkan bahwa Ia adalah Tuhan, ternyata justru diapakukan oleh mereka. Manusia mengharapkan Mesias seturut dengan harapan manusia, ketika sang Mesias datang, dan itu tidak seturut dengan harapan mereka, maka Ia pun disalibkan. Ini sungguh ironis. Kita bilang bahwa kita merindukan Tuhan, kita ingin mengenal kehendak Dia, namun sesungguhnya kita lebih merindukan si tua berjenggot (sinterklas) ketimbang Mesias (yang dalam gambar sering juga berjenggot). Dalam hal ini kita mirip dengan orang-orang yang menyalibkan Yesus. Waktu berkata aku merindukan Tuhan, aku mengasihi Tuhan, sebenarnya yang kita butuhkan hanyalah sinterklas yang akan membuat kaus kaki yang kita gantung menjadi menjadi kantong Doraemon yang bisa mengeluarkan apa saja seturut dengan apa yang kita mau. Karena itu ketika Tuhan datang, dan Ia menyatakan banyak hal yang kita tidak sukai maka kita cenderung untuk memakukan-Nya di atas kayu salib, kita marah kepada Tuhan. Mujizat ditujukan untuk menunjukkan siapa Dia sebenarnya, dan kita tidak suka akan hal tersebut. Kita menyukai mujizat hanya dalam nuansa bila mujizat itu mampu mengeluarkan apa yang kita mau. Ketika kita melihat orang yang kita tidak suka, yang telah melukai hati kita, dan orang tersebut menerima mujizat Tuhan, sehingga memiliki keadaan yang sangat baik, sementara kondisi kita seolah berada dibawah dia, kita tidak menjadi senang, karena mujizat itu bukan ditujukan untuk menyenangkan hati kita. Ini kecelakaan yang besar, kita salah menilai mujizat. Yunus mendapatkan mujizat Tuhan, pohon jarak atas perkenanan Tuhan tumbuh, dan akhirnya mati, bangsa Asyur yang sangat jahat kepada bangsanya (Israel) menerima mujizat Tuhan (yaitu mereka bertobat), dan hal tersebut adalah mujizat yang mengesalkan hati, karena hal itu tidak mengenakkan dia sebagai bangsa Israel yang sudah sangat kesal kepada orang-orang Asyur.

Dalam kedegilan hati mereka menyingkirkan Tuhan dengn hasrat yang jahat, namun Yesus tidak dibiarkan untuk terus mati, tidak mungkin hal tersebut terjadi. Yesus pun dibangkitkan. Sekali lagi kita melihat bahwa Petrus dengan jeli menggambarkan Perjanjian Lama dalam hal ini Kristus Yesus menggenapkan apa yang ditulis dalam PL. Untuk hal tersebut mereka adalah saksi. Inilah yang menjadi hal utama ketika Dia akan naik ke sorga, bagi Yesus murid-murid tidak perlu untuk mengetahui saat ataupun waktunya, yang terpenting adalah Roh Kudus akan memberi kuasa untuk menjadi saksi??? Reaksi dari khotbah Pentakosta ini sungguh luar biasa. Merka sangat remuk hati. Mereka bertanya apa yang harus mereka lakukan. Inilah pekerjaan Roh Kudus, yaitu ketika kita dipulihkan, kita menjadi tremble (bergemetar) terhadap berita kematian dan kebangkitan Yesus, yang setiap Minggu telah kita lafalkan dengan latah (Pengakuan Iman Rasuli). Kita harus bertobat, sebab kita sudah menganggap sangat biasa berita besar ini, ini adalah berita klasik Kristen, bukan berita kuno yang bisa kita lafalkan secara sembarangan, Roh Kudus membuat kita bergetar ketika memandang kepada salib Kristus!!! Sebuah lagu American Negro Spiritual oleh JR Johnson & JW Johnson menggambarkan nuansa itu dengan sangat baik. Hadirkah kau waktu Tuhan disalib... oh itu membuatku gentar, gentar, gentar...

Efek khotbah Petrus ini berlanjut dengan kehidupan sehari-hari. Sekali lagi kita sering terjebak pada spektekularisme, dan menganggap sepi hal yang tidak spektakuler. Namun Pentakosta ini tidak berhenti pada kejadian-kejadian besar, namun berdampak pada hidup sehari-hari yang bersifat “biasa”. Semestinya hal ini membuat kita sadar akan tiap hal kecil yang adalah pemeliaraan Tuhan. Ketika kita melihat diri kita sedang dipelihara oleh Tuhan, setiap oksigen yang masuk ke paru-paru kita, yang mengalir di dalam darah dan masuk ke otak kita yang membuat kita bisa berpikir dengan baik, setiap butir nasi yang bisa diuraikan menjadi kalori, setiap sesapan susu yang masuk ke dalam tubuh bayi dan membuatnya bertumbuh, semua adalah hal yang biasa dan terjadi setiap hari, namun itu adalah pekerjaan Tuhan yang harus terus membangkitkan sense of awe, mendorong kita untuk terus terpesona pada karya pemeliharaan-Nya. Namun kita terbiasa melihat kontras, kita terbiasa melihat hal yang spektakuler, kita terbiasa melihat “hidup yang lebih hidup”, sehingga hal yang “biasa” membuat kita susah mensyukuri berkat Tuhan dalam hati kita.

Sekarang kita melihat lagi dalam diri kita, ketika tiap tahun merayakan Pentakosta, ingatkah kita bahwa Allah Roh Kudus memberi kuasa dan kita pun menjadi saksi. Bukan sekedar dalam bersaksi secara linguistik, namun dalam seluruh keberadaan diri kita. Calvin menyatakan bahwa dalam Injil itulah kita melihat penyajian Kristus yang benar. Pentakosta, peristiwa pencurahan Roh Kudus, hari yang mengkonfirmasi jati diri gereja Tuhan, sebagai komunitas yang merangsek ke dalam dunia ini dengan berita Injil dan pada saat yang bersamaan hal itu berarti menyajikan Kristus yang sejati. Hal itu terlihat dengan jelas dalam peristiwa sehari-hari yang sangat biasa. Khotbah Petrus pada bagian ini langsung disambung dengan kondisi jemaat, kehidupan sehari-hari mereka. Dan satu hal yang mencengangkan adalah bagaimana Lukas mencatat cara hidup jemaat, dimana mereka bersehati bertekun pada ajaran yang sehat, dan juga dalam praktek hidup yang sehat. Inilah penyertaan Allah Roh Kudus, merombak kehidupan orang untuk hidup seturut dengan apa yang dikehendaki oleh Allah sebagai komunitas umat Tuhan. Semestinya hal itu akan menggelisahkan diri kita, membuat kita berani menantang diri kita untuk melihat kedalam, merenungkan jati diri kita sebagai gereja Tuhan, yang dalam setiap segi hidupnya menjadi message (pesan) Injil, mempresentasikan Kristus, sehingga membuat gemetar dan heran orang-orang yang belum kenal Tuhan. Apakah hal tersebut ada dalam hidup kita, apakah hidup kita sudah menjadi deklarasi, menjadi pesan Injil (baik dalam kata-kata ataupun segala aspek hidup yang lain) yang mempresentasikan Kristus, sang Benar, sang Suci, sang Penebus, ataukah hidup kita benar-benar serupa dengan orang yang tidak kenal Kristus, dengan dibedakan hanya pada berbagai aktifitas khas agama, yaitu pergi ke gedung gereja setiap hari Minggu dan persekutuan pada hari-hari tertentu saja???

Inilah Pentakosta, didalamnya kita mendapati ada sebuah perombakan pola pikir, perombakan doktrin, ada penyajian Kristus yang asli, perubahan hidup; itulah yang menyenangkan Tuhan, itulah kedatangan Allah Roh Kudus, menginsyafkan dunia akan dosa, kebenaran dan penghakiman (Yoh 16:8). Hal tersebut dikonfirmasi dengan tindakan Allah yang terus menambahkan jumlah orang yang bertobat dihadapan-Nya. Fokus dari kedatangan Allah Roh Kudus membawa orang untuk melihat kemuliaan Allah, mengabdi pada-Nya, dan hal tersebut dikonformasi sendiri oleh Tuhan, dengan cara konfirmasi yang berbeda-beda. Dalam Petrus, Tuhan menambahkan jumlah orang, namun kita melihat bahwa dalam khotbah Stefanus yang begitu berfokus kepada Kristus, konfirmasi Tuhan diberikan melalui reaksi negatif orang-orang yang mendengarkan khotbahnya.

Kisah Para Rasul 7:1-53 menjadi semacam trailer yang begitu indah dari karya penebusan Tuhan Allah. Disini kita melihat Stefanus sebagai orang yang sangat disertai oleh Tuhan, sehingga khotbahnya begitu jitu dalam memberikan highlight terhadap peristiwa-peristiwa dalam Perjanjian Lama sampai penggenapan-Nya pada Kristus Yesus. Sebelum khotbahnya, dicatat hal yang menarik mengenai Stefanus, yaitu bahwa dia adalah orang yang penuh dengan Roh Kudus, dan dikonfirmasi dengan berbagai tanda dan mujizat. Lukas (banyak dipercaya sebagai penulis Kisah Para Rasul) bahkan mencatat bahwa orang-orang melihatnya seperti malaikat. Namun hal tersebut tidak membuat mereka percaya kepadanya, bahkan sebaliknya mereka bahkan menghasut banyak orang untuk menyerahkan Stefanus ke hadapan Mahkamah agama dan disanalah Stefanus dituduh telah melakukan penghinaan terhadap bait suci serta hukum Taurat serta adat istiadat orang Yahudi. Sebuah trik memalukan dari orang-orang yang menjunjung tinggi agama, namun juga sebuah kesempatan pelayanan yang begitu berharga ketika kondisi tersebut justru memberi Stefanus ruang untuk menyampaikan khotbah fenomenal, sebuah khotbah yang benar-benar mewartakan Kristus dengan begitu jelas, sebuah khotbah oleh seorang diaken yang dicatat dalam Alkitab dan akan terus menerus dibaca orang. Mengapa mereka yang telah melihat Stefanus seperti malaikat tidak menjadi takut dan bertobat??? Hal tersebut telah memaparkan bahwa mereka sama sekali bukan sedang mencari Tuhan namun mencari kepentingan pribadi. Gairah yang besar dalam menaati Tuhan sudah sangat dipengaruhi oleh kepentingan politis manusia, setiap kita memiliki agenda-agenda tertentu dan kita berharap tidak siapa pun juga mengusik, dan tidak juga Tuhan.

Tuduhan yang dialamatkan secara sembarangan kepada Stefanus merupakan tuduhan yang begitu berat. Berkaitan dengan jantung religi mereka, yaitu mengenai bait suci dan taurat. Tentu orang-orang Yahudi masih mengingat pahitnya pembuangan di Babel, serta perihnya hati ketika Bait Suci yang dibangun Salomo, kebanggaan religi dan identitas bangsa mereka harus luluh lantak. Demikianlah tuduhan bahwa Stefanus memberitakan bahwa Yesus akan merubuhkan bait suci tersebut merupakan suatu tuduhan yang begitu berat, yang membangkitkan kembali luka yang masih belum sembuh dari bangsa Yahudi.

Stefanus memulai khotbahnya dengan memaparkan tidakan Allah terhadap Abraham dan bagaiana keturunannya kemudian. Bagaimana bangsa itu kemudian diperbudak oleh Mesir. Dan dengan tangan yang teracung Tuhan menuntun umat-nya keluar dari Mesir, namun selanjutnya umat Tuhan justru berdosa dan menyembah berhala. Perjalanan hidup kita seringkali mencatat kegagalan kita berbakti kepada Tuhan, sebuah ironi besar yang harus disetujui oleh mahkamah agama, karena dalam poin ini dia belum bertentangan dengan Stefanus, sebuah berita yang semestinya membawa manusia melihat kedalam dirinya, dengan segala kebangkrutannya yang seharusnya membawanya kepada penyesalandan permohonan belas kasihan. Namun sungguh ironis, ketika Stefanus menyatakan bahwa mereka telah mendengar berita tersebut namun menolaknya. Ketika kebenaran datang dan menelanjangi segala keboborakan diri, alih-alih bertobat mereka justru marah dan membunuh Stefanus. Manusia tidak mengharapkan kebesaran Tuhan dinyatakan, manusia hanya berharap sesuatu yang baik menurut definisi sendiri datang. Seberapa sering ketika anugerah Tuhan datang kepada kita dengan dinyatakannya kesalahan kita, kita justru menjadi marah besar. Bangsa Israel merupakan bangsa yang mengecap berkat Tuhan yang luar biasa besar; TUHAN, Allah semesta alam berkenan untuk menjadi Allah mereka. Namun ironis, ketika Allah menyatakan diri kepada manusia melalui para nabi (Ibr 1:2) yang menegur, menyatakan kesalahan, menyerukan pertobatan, para nabi tadi justru banyak yang disiksa bahkan dibunuh. Puncaknya adalah Kristus Yesus, sang Allah sendiri yang datang dan mewartakan Injil juga dibunuh.

Sangat tertusuk hati mereka (ay 54). Berita Injil yang diberitakan dengan benar akan menelanjangi segala kebobrokan kita. Membongkar segala kepalsuan, terutama di dalam memanipulasi Tuhan. Stefanus menikmati satu bahagia puncak ketika Dia diperkenankan untuk melihat Tuhan Yesus berdiri di sebelah kanan Allah Bapa, satu hal yang dirindu-rindukan oleh orang-orang saleh (adakah kita mendambakan Allah???). Kerinduan terhadap Allah inilah yang mendorong Musa untuk berdoa supaya diperkenankan untuk melihat kemuliaan Tuhan (Kel 33:18). Betapa bahagianya Stefanus yang dalam masa hidupnya di bumi sudah diperkenankan untuk melihat sendiri KristusYesus yang telah dibangkitkan dan naik ke sorga. Dalam khotbah Petrus kita melihat kuasa Allah Roh Kudus yang begitu besar di dalam memulihkan kondisi orang Kristen sehingga banyak orang bertobat. Sekarang kita melihat karya dari Alah Roh Kudus yang sama, yaitu bekerja secara luar biasa dalam khotbah Stefanus. Namun hasil yang diraih seolah sangat berbeda. Ketika Petrus berkhotbah, ada 3000 orang yang bertobat, namun ketika Stefanus berkhotbah, dia mendapatkan konfirmasi Allah dengan kegeraman yang memuncak dengan diiringi lemparan batu yang menghancurkan badannya sampai dia mati. Sesungguhnya hasil dari kedua khotbah tadi (khotbah Petrus dan khotbah Stefanus) adalah sama, yaitu nama Tuhan dipermuliakan, Dia disenangkan. Inilah yang semestinya menjadi segenap cita-cita kita, yaitu dalam seluruh hidup kita, kita membawa Injil Tuhan, dan Diapun disenangkan melalui kesetiaan kita.

Para saksi meletakkan jubah Stefanus di depan Saulus, dan pada 8:1a kita melihat bahwa Saulus juga Stefanus mati dibunuh. Saulus yang dinyatakan sebagai seorang muda, telah menjadi saksi sebuah pembunuhan yang begitu kejam. Kekejaman yang dilegitimasi oleh semangatnya dalam membela agama (yang salah). Namun di sisi yang lain, kia melihat bahwa Paulus pun nantinya menjadi seorang yang begitu kukuh dalam memperjuangkan iman dan diapun beroleh kehormatan untuk mati sebagai martir, sebagai saksi Kristus. Satu hal yang telah dia saksikan dalam diri Stefanus, sang diaken, yang penuh dengan Roh Kudus, yang menggenapkan kehendak Allah, membawa berita Injil Tuhan, mempresentasikan Kristus, menyatakan dengan gamblang identitas gereja, menyenangkan Tuhan diatas segala-galanya. (KK)


GOD be praised!!!







Tidak ada komentar:

Posting Komentar