Sabtu, 20 Juni 2009

Filsafat Pendidikan

Ev. Ivan Kristiono

12 juni 2009

Ulangan 6:4-9; Amsal1:7; 31:10-31


Banyak orang Kristen memiliki filsafat pendidikan yang non Kristen. Semua orang memiliki cara pandang, sangat berbahaya kalau kita tidak menyadari apa dan asal cara pandang kita, ataupun efeknya. Gereja sebagai tiang kebenaran dalam dunia harus mengajar jemaat bagaimana jemaat memiliki filsafat pendidikan Kristen. Banyak orang yang konseling mengenai sekolah, dan mereka sangat kaget karena mereka tidak pernah mengerti mengenai filsafat pendidikan yang selama ini mereka anut. Banyak sekolah yang menganut liberation education, progressivism dsb, lalu muncul keminderan orang-orang Kristen kalau dia tidak mengikuti cara Amerika. Kita percaya Alkitab melampaui segala sesuatu, dan kita perlu bijaksana untuk mengerti kebenaran itu. Sama-sama Kristen, filsafat pendidikan bisa lain; ada yang bernama konservatifisime yang bersifat anti intelektual dari sayap Injili; disini anak semacam diindoktrinasi dengan saat teduh, membaca Alkitab dan lain sebagainya. Ada liberation education yang berasal dari liberation theology dsb. Kita sering mendengar pusat pendidikan bukanlah guru, tetapi murid. Tapi sesungguhnya pusat pendidikan adalah Tuhan. Tuhan itu real (nyata), bukan abstrak. Yang membuat manusia mengerti kebenaran adalah Roh Kebenaran. Waktu kita berpusat ke Tuhan, kita otomatis concern terhadap anak, waktu kita berpusat pada anak maka anak tersebut menjadi bos. Tuhan Yesus menyatakan bahwa Dia adalah guru, jadi tidak benar bila dikatakan bahwa kita tidak boleh memarahi anak. Sama-sama Kristenpun bisa sangat berbeda, terlebih lagi yang bukan Kristen. Hal tersebut sekarang diperparah dengan motiv marketing. Banyak orang yang mau mencari hal yang langsung dan praktis, padahal sesungguhnya pendidikan adalah proses .

Shema (LAI: Dengarlah; dalam Ulangan 6:4) adalah fondasi dasar bagi pendidikan. Sekarang ada yang bernama deschooling yang muncul dari seorang yang bernama Ivan Illich, dia mengatakan bahwa Martin Luther sudah membuat negara mencampuri bidang pendidikan, menurut dia anak-anak harus dibebaskan dari ideologi kapitalis, karena itu negara tidak boleh mencampuri urusan pendidikan. Alkitab sudah bicara bahwa pendidikan tidak netral. Waktu kita menyusuri dalam sejarah; Martin Luther menetapkan bahwa pendidikan harus dilaksanakan oleh negara. Alasan pertama adalah keterbatasan kemampuan, yaitu keterbatasan kemampuan orang tua dalam mendidik anaknya, kedua keterbatasan waktu yang dimiliki bagi seseorang untuk mendidikanak-anaknya, ketiga masalah surat penghapusan dosa. Luther mendorong orang untuk memberi uang kepada negara untuk pendidikan daripada memberikan uang untuk ketamakan kepausan untuk membeli surat penghapus salah.

Sebelum Luther, sebelum Aristoteles, sebelum Plato, di padang gurun, TUHAN sudah menetapkan lembaga pendidikan yang paling dasar, yaitu keluarga. Ini tidak bisa diganti oleh pendeta, guru dsb. Seringkali anak-anak lebih hormat kepada guru ketimbang orang tuanya. Orang tua seperti ini sangat kasihan, hak nya untuk mendidik anak sudah dicabut dan diberikan kepada orang lain. Sebagai unit yang paling dasar, keluarga harus menjalankan pendidikan. Semua bermula pada yang paling dasar / ontologi (be atau keberadaan dari “hal” tersebut). Semua bermula dari TUHAN, realita adalah kita hidup dihadapan Allah. Ontologi Kristen harus mulai pada credo atau pengakuan iman bahwa Allah itu ada dan Dia mencipta, dan itu disusul oleh etika. Etika dibangun diatas dasar realita (ontologi) yang benar. Tuhan itu Allah kita, Tuhan itu esa (kalimat tersebut ontologi), maka kasihilah Tuhan Allahmu (kalimat yang menyusul ini etika). Ada anak yang sudah hampir tidak naik kelas namun bermain sampai sore, sementara ada anak-anak yang pintar, nilainya bagus, justru semakin rajin belajar. Etika itu cara dia memandang sesuatu, dan hal tersebut tergantung pada presuposisi dia. Pintar/bijak berati mau diajar bukan IQ yang tinggi. Peperangan yang sangat besar adalah membuat orang bebal menjadi bijak. Makin bebal, makin dia menghina didikan, makin bijak makin suka akan didikan.

Behaviorism menyatakan bahwa orang dan kuda tidaklah berbeda, asal dia dipuji waktu melakukan yang baik maka dia akan menjadi baik. Manusia yang lahir itu bukan kertas polos (tabula rasa), manusia sudah berdosa. Realita / ontologi senantiasa berkaitan dengan etika yang mengikuti. Yahudi banyak memenangkan nobel; orang Yahudi sangat mengenal perintah taklukkanlah bumi... (Kej 1:28) dengan demikian maka dia bisa membelah katak, menelitinya sedemikian rupa; sementara itu orang-orang India akrab dengan konsep bahwa manusia dan alam adalah satu, kita bisa menjadi katak suatu hari kelak ketika berinkarnasi, maka mereka tidak berani sembarangan membelah tubuh katak, bisa jadi katak itu adalah nenek moyang mereka. Ontologi senantiasa berkait dengan etika/ sikap. Pertama tegakkan kebenaran, setelah itu tegakkan etika sesuai kebenaran tsb. Tanpa Firman/kebenaran maka liarlah rakyat. Dimulai dari ontologi lalu masuk ke pada etika.

Tujuan dari pendidikan adalah supaya anak-anak takut akan Allah, anak dekat dengan Tuhan. Kapan pendidikan dilaksanakan??? Pada ay 7 dikatakan agar pendidikan dilaksanakan secara berulang-ulang atau berkesinambungkan. Jadi, pendidikan untuk membuat manusia takut akan Allah menjadi tema utama dalam keluarga. Ini menjadi topik utama, dan sering dibicarakan. Namun sekarang, kita sangat susah dan jarang berbicara mengenai Allah dalam keluarga kita, kita sudah terjangkit sekularisme, kita memisahkan segala hal dari Tuhan. Tema utama pembicaraan yang utama semestinya adalah untuk mempermuliakan Tuhan, dalam setiap aspek pembicaraan senantiasa adalah bijaksana Firman Tuhan. Tema-tema tentang Firman senantiasa ada. Takut akan Allah adalah tujuannya. Dalam Ams 1:7 dikatakan bahwa orang yang takut akan Allah adalah orang yang bijak. Manusia dididik untuk takut akan Allah dan itulah orang bijaksana. Bijaksana yang paling puncak adalah mengenal Kristus. Dalam Alkitab, bijaksana tidak senantiasa dikaitkan dgn keterampilan akademis. Pendidikan Kristen menjadikan kita bijaksana yaitu menjadikan mereka takut akan Allah. Yang harus dididik bukan hanya orang muda, tetapi semua orang. Sudah bijak harus menambah kebijakan lagi, itu adalah karakter orang bijak.

Bijak yang pertama adalah bisa menerapkan Firman dalam hidup sehari-hari. Ams 31:10-31; ay 13-15 berbicara mengenai rajin. Ay 20 orang bijak peka terhadap kesulitan orang lain, ay 26 , 28 , 30 kita melihat bahwa yang bijaksana itu adalah ibu rumah tangga, bukan profesor dsb. Siapapun bisa takut akan Allah. Amsal dibuka dan ditutup dengan takut akan Allah. Yang disebut sebagai takut akan Allah bukan setiap saat bergidik, namun seluruh Firman Allah diaplikasikan dalam hidup, dan hal itu perlu dilatih. Itulah tujuan dari pendidikan Kristen.

Yang kedua, bijaksana adalah mengutamakan Kerajaan Allah; bijaksana berarti tahu mana yang dahulu dan utama dan mana yang terkemudian. Yang kedua adalah mengutamakan yang berharga. Mana yang berharga Allah atau mamon??? Ini dahsyat, Tuhan dikomparasikan dengan mamon, tiap kita memiliki mamon yang harus kita perangi. Mana yang berharga dan mana yang tidak berharga, ini adalah bijaksana kedua. Ketiga, bijaksana berarti mampu menyangkal diri; sepanjang sejarah, orang bijaksana adalah orang yang mampu mengerem kemauannya. Amsal 1 mengajarkan bahwa dimana ada pendidikan disana ada godaan. Disana pasti ada kesulitan. Sekolah bukan karantina, yang dikatakan baik bukan sekedar berarti tidak narkoba, tidak berjudi dsb. Jika hanya berhenti disana maka itu namanya tempat karantina. Ada kesenangan duniawi dan ada godaan dalam pendidikan. Dalam Alkitab, karakter bertumbuh dalam 3 hal, pertama dari buah-buah Roh, kedua, karena janji Firman Tuhan, ketiga, karakter muncul setelah orang menghadapi kesulitan. Tugas kita adalah senantiasa mentoring, biarkan anak menghadapi kesulitannya. Karakter yang agung sering muncul dari kesusahan yang begitu besar. Pendidikan Kristen bertujuan supaya orang takut akan TUHAN, untuk mengaplikasikan Firman dalam seluruh hidup, dan untuk itu pasti ada banyak halangan.

Biarlah suatu hal yang paling dasar ini terus kita aplikasikan dalam filsafat kehidupan dan pendidikan kita. Jangan kita minder, kita harus terus berani untuk dilatih belajar Firman. Kiranya seluruh hidup kita diarahkan seturut Firman Tuhan demi kemuliaan nama-Nya.

(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah – KK)

GOD be praised!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar