Kamis, 25 Juni 2009

Kisah Injil Paulus (kita???)

Sdr. Eko Aria

21 Juni 2009

Galatia 2:1-10


Tidak disangsikan lagi, tema mengenai Injil menjadi warna yang sangat mencolok dalam surat Paulus kepada jemaat di Galatia ini. Kita akan melihat beberapa hal dari bagian surat ini. Paulus telah dengan begitu berani menyatakan identitas kerasulannya dengan otoritas dari Tuhan sendiri, sehingga berita keotentikan yang disertai dengan otoritas Injilnya juga tidak boleh ditinggalkan. Hal tersebut dilakukannya untuk memberikan penekanan sehingga dia mengeluarkan kata kutukan untuk “injil lain”. Kita akan melihat betapa pentingnya Injil tersebut, dan bagaimana Paulus menyusun rangkaian argumen dalam suratnya ini untuk memberikan penegasan pada berita Injil tersebut. Dalam bagian yang kita baca, kita melihat bagaimana Paulus seolah menceritakan hal yang biasa. Apa berbeda dari kisah Paulus ini dengan kisah-kisah yang lain, apa bedanya penuturan ini dengan apa yang dikisahkan dalam Kisah Para Rasul misalnya??? Kita percaya bahwa setiap penulis menyusun suatu kisah untuk membangun sebuah argumen tertentu. Sebuah kisah tidak pernah atau setidaknya sangat jarang yang berhenti hanya pada kisah tersebut sendiri, kisah memiliki makna yang memang dengan sengaja (meski tidak senantiasa disadari) diberikan oleh sang pemberi kisah. Kita lihat bahwa hidup kita dipenuhi dengan kisah, bahkan hidup kita ini adalah kisah. Dalam pembicaraan-pembicaraan kita, sangat sering kita berkisah, entah itu adalah kisah mengenai anak, pacar, suami, teman atau musuh-musuh kita. Waktu kita bercerita bahwa anak kita tadi bertanya jawab dengan gurunya, kita bukan hanya sedang ingin membuat orang lain tahu akan kisah tersebut namun kita (secara sadar atau tidak) sebenarnya ingin menyampaikan sebuah pesan saja, yaitu anakku itu pintar. Cukup mudah mengecek hal tersebut, seandainya orang bereaksi dan menjawab kita dengan penuh perhatian dan kata-kata yang tulus: wah anakmu itu susah menangkap pembicaraan yah sampai-sampai dia perlu untuk terus bertanya, mungkin IQ nya rendah, atau mungkin dia ada kelainan, coba deh periksakan ke dokter, saya kenal seorang dokter anak yang pintar. Kita mungkin akan buru-buru meluruskan “maksud” dari kisah kita: oh bukan begitu, anak saya itu sangat kritis sampai gurunya pun kewalahan dalam menjawab pertanyaan-pertanyaannya yang sudah sangat tajam untuk anak sebayanya. Kisah tidak netral, kisah memiliki maksud dan tujuan. Hidup kita dibentuk dan membentuk kisah, dalam pembicaraan hidup kita, semuanya diwarnai oleh kisah. Mari kita berhati-hati dengan setiap kisah kita, termasuk kisah-kisah yang kita ucapkan. 10 pengintai memberikan sebuah kisah, kisah yang bukan menipu, kisah yang nyata, kisah mengenai penduduk Kanaan yang begitu besar dan kuat, kisah tersebut memiliki power yang begitu kuat sehingga membawa tawar hati bagi bangsa Israel dan membuat bangsa Israel ditimpa murka Allah yang besar (Bil 13:32), Husai memberikan gambar berwarna dalam kisahnya mengenai Daud yang bagai beruang yang kehilangan anak di padang, kekuatan kisahnya membuat Absalom mempercayainya dan meninggalkan nasihat Ahitofel (2 Sam 7:8), kisah mengenai kepahlawanan Daud oleh Husai bukan sekedar cerita tanpa maksud, namun dia bermaksud untuk menggagalkan nasihat Ahitofel. Dari cerita mengenai anak, mengenai restoran, sekolah, sampai gosip-gosip, kita sedang menceritakan “sesuatu” yang sering kali bukan sekedar rangkaian fakta yang kita ceritakan tersebut. Pemilihan kisah yang kita ceritakan pun sudah memiliki tujuan tertentu; dalam hidup kita ada banyak kejadian, namun kita memilih sebagian kejadian dari banyak kejadian yang kita ingat untuk menyampaikan sesuatu. Kisah memiliki kekuatan yang sangat besar dalam membentuk kehidupan manusia, sebaliknya kisah tersebut juga dibentuk oleh manusia. Perhatikan kisah-kisah yang kita tuturkan baik dalam kata maupun perbuatan kita, hal tersebut mencerminkan diri kita, komunitas kita, serta arah tujuan kita. Dalam keluarga, dalam gereja, dalam masyarakat, kisah apa yang kita kisahkan dan hidupi??? Apakah kisah bahwa uang banyak akan membawa kedamaian, ataukah kisah cinta dan kebesaran Allah??? Apakah kita mengajarkan anak kita untuk belajar giat agar besok menjadi orang sukses yang banyak uang, apakah kita sering ribut di rumah ketika dagang sedang kurang sukses??? apakah kita sering berselisih pandang dan bertengkar karena uang??? Hati-hati dengan kisah hidup kita, sekali lagi kita akan membangun hidup kita, anak-anak kita, komunitas kita dengan rangkaian kisah yang kita ceritakan baik secara verbal (dengan perkataan lisan) ataupun non verbal (dalam tindak tanduk kita).

Paulus menyajikan kisah dalam bagian ini untuk membawa pesan Injilnya. Sekali lagi dinyatakan disini bahwa dia pergi oleh suatu penyataan (2). 14 tahun in banyak dipercayai sebagai rentang waktu dari pertobatannya. Sebuah waktu yang cukup lama, hal in menunjukkan bahwa dia sebenarnya tidak perlu mengkonformasi Injilnya, sebab dia telah mendapatkannya dari Tuhan sendiri. Kita harus jelas untuk membedakan hal dengan fenomena orang-orang yang mengaku pergi naik turun sorga dan membawa sebuah berita yang diakui dari Tuhan Yesus sendiri, sementara pemberitaan yang dibawa sering kali berbenturan dengan Alkitab. Pada zaman Paulus tersebut, kanon Alkitab belum lengkap sementara kita sekarang sudah, ini menjadi pembeda yang sangat signifikan. Pada zaman sekarang Alkitab telah lengkap, dan segala hal yang kita perlu ketahui mengenai Allah dan karya-Nya sudah tertera di dalam Alkitab, jadi kita harus membubuhkan tanda tanya yang besar ketika ada orang mengaku lagi mendapatkan “penyataan dari Allah” terlebih lagi bila beritanya bertabrakan dengan Injil. Selanjutnya kita sekali lagi melihat bahwa Paulus tidak berhenti pada pengukuhan berita Injilnya. Dia menyampaikan bahwa Injilnya adalah benar, berasal dari Tuhan sendiri, namun dia juga siap untuk mengkonfirmasikannya dengan ajaran para rasul yang lain. Paulus pergi ke Yerusalem, sangat mungkin ini bukan kunjungannya ketika diadakan sidang di Yerusalem (Kis 15) sebab dikatakan disini bahwa dia mengadakan percakapan tersendiri. “Mereka yang terpandang”, merujuk pada kredibilitas rasuli orang-orang yang ditemui Paulus dimana dihadapan mereka Paulus memaparkan Injilnya. Hal in menjadi sebuah konfirmasi bagi orang-orang yang meragukan kerasulan Paulus dan berita Injil yang dibawanya. Paulus menambahkan cerita mengenai bagaimana Titus yang adalah orang Yunani tidak perlu disunat. Sekali lagi kita melihat bagaimana Paulus mengambil kisah tersebut untuk memberitakan Injilnya. Paulus tidak memasukkan berita mengenai Timotius yang disunatkan, ini bukan menjadi inkonsistensi dalam diri Paulus namun dia sengaja memasukkan bagian tidak disunatnya Titus untuk menunjukkan bahwa Injil sesungguhnya bukan masalah menjadi Yahudi secara etnis. Menerima Kristus sebagai Mesias bukan berarti harus “menjadi Yahudi” dahulu dengan disunat, hal itu dikatakan Paulus hanya akan memperhambakan kita.

Injil merupakan “kabar baik”, Injil memiliki latar belakang, baik dalam budaya Yahudi maupun Yunani. Orang-orang Yahudi menantikan berita baik, seorang pembebas yang akan membawa kelepasan bagi mereka, sementara dalam latar belakang Yunani Injil berarti berita kemenangan, dimana hal sering dimengerti sebagai kelahiran atau kenaikan seorang penguasa. Dalam kedua budaya ini, kata Injil tetap memiliki nuansa sebagai berita baik. Hingga masa kini Injil juga tetap merupakan kabar yang baik; Injil tidak dikurung hanya berita mengenai nanti kita akan pergi ke sorga, sebuah tempat yang non historis, dan bersifat non materi. Injil adalah berita kemenangan, Injil adalah berita akan datangnya sang penguasa, sang pembebas. Injil berbicara mengenai kelepasan dari satu perbudakan menuju kepada kemerdekaan dibawah penguasa baru. Dengan demikian kata Injil meliputi juga invasi; kemerdekaan bukan berarti bebas tanpa kekangan, pembebasan ini berarti pembebasan dibawah penguasa baru yang telah melepaskan kita dari penguasa yang lama. Injil yang diberitakan menyodorkan kemenangan TUHAN dan penobatan sang raja, yaitu Yesus dimana hal ini berarti juga kekalahan allah-allah asing dan penundukan diri yang sepenuhnya kepada Allah. Namun kemenangan apa yang didapatkan, Raja itu akan membebaskan kita dari apa??? dalam bagian salam surat ini (1:4) Paulus menyatakan bahwa Dia melepaskan kita dari dunia jahat. Melepaskan bukan berarti kita akan dipanggil keluar dari dunia ini, melainkan kita dibebaskan dari tirani kejahatan yang telah lama memperbudak kita. Ini adalah berita baik. Apakah kita sungguh merasakan bahwa ini adalah kabar baik??? Sungguh ironis, kita telah sangat menganggap remeh dosa, kejahatan semakin lama menjadi hal yang semakin biasa, seiring dengan maraknya dosa, kita mulai beradaptasi dengan dosa dan tidak merasa janggal ketika kita berdosa. Karena itu tidak heran bila ita tidak merasakan dorongan yang sangat kuat untuk memberitakan Injil, sebab kita sendiri tidak merasa bahwa kelepasan dari dosa dan kejahatan adalah suatu kabar baik. Jauh lebih mudah mengidentikkan kabar baik (Injil) dengan “sorga” yang di dalmnya penuh dengan kesejukan dan kemudahan ketimbang mengidentikkannya dengan kelepasan dari dosa. Ini satu hal yang sangat mengkhawatirkan. Surat Galatia ini tidak berbicara mengenai “sorga” yang non material dan non historis, sorga yang hanya diisi oleh “jiwa-jiwa”, sorga yang dipenuhi dengan warna putih, plus malaikat yang bermain harpa. Injil berbicara mengenai pembebasan, kelepasan dari tirani kejahatan. Inilah berita baik, dan mari kita sadari natur sukacita dari berita ini. Sering kali ketika memberitakan Injil, kita sudah keder sendiri, ketakutan, mood kita sangat berhati-hati takut menyinggung perasaan dan lain sebagainya. Injil adalah berita baik, berita sukacita. Sukacita seperti ini mestinya bisa kita beritakan dengan gairah yang lebih besar dari pada seorang anak kecil yang dengan sangat ceria bercerita mengenai mainan barunya. Tentu ada sifat konfrontasi dari Injil ini, namun Injil tetaplah berita sukacita.

Paulus menceritakan bahwa berita Injilnya sejalan dengan pengajaran rasuli, yaitu mereka yang terpandang itu. Paulus menambahkan kembali bahwa dia tidak memandang “keterpandangan” para rasul yang lain sebagai kredit yang besar kecuali panggilan Tuhan sendiri. Ini menjadi kekuatan yang sangat besar dalam pelayanan, yaitu ketika kita tahu bahwa Allah yang memiliki pekerjaan, dan Allah yang mengutus. Paulus menyadari panggilannya untuk memberitakan Injil kepada orang-orang dengan latar belakang non Yahudi (tidak bersunat), seperti halnya Petrus untuk orang-orang bersunat. Ada bagian, ada porsi yang memang telah diberikan Tuhan kepadanya. Ini adalah suatu dasar pelayanan yang sangat penting, setiap kita dipercayakan bagian tertentu oleh Tuhan, tugas kita adalah dengan setia menjalankannya. Mereka, yaitu Yakobus, Kefas, dan Yohanes berjabat tangan dengan Paulus sebagai tanda persekutuan. Mereka bekerja untuk Tuhan yang sama, untuk tugas yang telah dipercayakan masing-masing bagiannya oleh Tuhan. Mereka sama sekali tidak beroposisi dengan Paulus mengenai berita Injilnya, mereka mengingatkan Paulus untuk memperhatikan orang-orang miskin, sebuah hal yang Paulus pun sudah berkomitmen untuk melakukannya. Sangat menarik bahwa dalam pertemuan yang tersendiri (2), ketika Paulus memberikan pertanggung jawaban Injil, sebuah berita yang begitu penting - yang membuatnya berani mengusung kata kutukan yang begitu tajam (1:8-9), dan tidak sungkan-sungkan memasukkan sebuah kisah perseteruannya dengan Petrus (1:11-14) - ada nasihat untuk memperhatikan orang-orang miskin, dan Pauluspun memasukkan hal ini di dalam bagian suratnya ini. Hal ini terlihat seolah sebagai satu hal yang sangat minor dan kurang terlalu perlu dalam rangka untuk mengokohkan berita Injil, namun Paulus menuliskannya bagi pembaca Galatia. Pelayanan gereja, berbicara mengenai kemurnian Injil, tidak pernah terlepas dengan kehidupan sehari-hari. Injil bukan sekedar “nanti” pergi ke sorga, Injil adalah mengenai dominasi Allah yang dinyatakan, dan pada saat yang bersamaan pengguguran allah-allah asing yang disembah secara tidak sah, dan hal tersebut meliputi segala hal hingga elemen sehari-hari, elemen yang terkecil dalam hidup kita. Inilah kisah yang dituturkan oleh Paulus, yaitu betapa dia berpadanan dengan berita rasuli (nanti kita akan melihat bagaimana dia berkonfrontasi dengan Petrus, salah satu orang yang dikatakan terpandang), dan kisah tersebut dituturkannya untuk menjaga iman yang benar, untuk kemurnian berita sukacita yang diembannya.

Setiap kita dibentuk dan membentuk kisah. Dan setiap kita sudah diberikan peran yang jelas, setiap kita menyandang nama Kristus, sebagai Kristen, dan setiap kita dipangil untuk membawakan berita tersebut. Berita yang berisi seruan bahwa Kristus sudah datang, masa penjajahan telah usai. Kristus bukan nama keluarga atau nama alias dari Yesus, namun Kristus sudah dinantikan sebagai sang Pembebas. Kepenguasaan Yesus sebagai Kristus yang sudah datang, invasi dan dominasi-Nya harus diproklamirkan. Paulus dipanggil untuk memberitakannya kepada orang-orang tak bersunat, Petrus untuk orang-orang bersunat, mereka melakukannya dengan memberitakan Injil di tempat-tempat ibadah orang Yahudi, di tempat-tempat yang lain dengan jalan berkhotbah, berdebat dan lain sebagainya. Kita dipanggil untuk memberitakan berita yang sama, kepada zaman dan orang-orang yang berbeda, dengan cara yang mungkin sama dan mungkin berbeda, mungkin dengan berkhotbah, berdialog, bekerja, namun biarlah kisah kita nyata dibaca orang. Sebuah kisah berbahagia mengenai kebebasan yang sejati dari belenggu kejahatan, sebuah kebebasan dibawah perintah Yesus sang Kristus. Ini adalah kisah suka, biarlah kita beritakan kesukaan besar ini dengan gairah cinta Tuhan sang Pembebas kita.


GOD be praised!!!




Tidak ada komentar:

Posting Komentar