Jumat, 10 Juli 2009

Apakah hidup manusia itu???

Pdt. Rudy Pranoto
05 Juli 2009
Mazmur 8, Kejadian 5:21-32


Ketika kita membaca Kejadian 5, apakah hidup manusia hanya seperti itu. Waktu Allah mencipta, Dia mengatakan bahwa hal itu baik, namun ketika Dia selesai menciptakan manusia Dia mengatakan bahwa hal itu sungguh amat baik. Manusia adalah mahkota ciptaan, mahluk yang dicipta begitu mulia, supaya melalui manusia segala kemulian dikembalikan kepada Allah. Manusia harus menguasai alam untuk memuliakan Allah. Pada ay 1 kita melihat ada doxologi yang dinaikkan, dengan tujuan itulah manusia mengisi hidupnya. Katekismus Westminster pada pertanyaan dan jawaban pertama mengatakan bahwa tujuan hidup manusia adalah untuk memuliakan Allah. Dalam Kej 5 kita melihat tidak ada suatu yang patut dicatat, manusia hanya hidup beranak, dan mati. Kita kadang tidak berpikir, bila kita lihat, apa sebenarnya hidup kita, kita hidup menjadi besar, sekolah, kerja, menikah dan pada akhirnya mati. Hidup kita hanya mengulang siklus seperti itu, bila kita tidak mengerti hidup seperti ini sangat kering dan membosankn. Apa yang dapat di-share-kan (dibagikan) dalam hidup seperti ini??? Namun dalam ay 21-23 ada catatan yang beda dengan yang lain. Henokh bergaul dengan Allah selama 300 tahun, kita melihat suatu yang berbeda, yaitu hal yang sangat penting dalam hidup, yaitu bergaul dengan Allah. Henokh dibanding yang lain justru umurnya paling pendek. Yang paling panjang adalah Metusalah (969).

Bergaul dengan Allah, ini sangat menarik.Henokh adalah keturunan ke 7; 7 adalah angka sempurna, disini kita melihat puncak kesalehan hidup manusia. Ini bukan berarti dia orang baik, surat Ibrani menyatakan bahwa Henokh adalah orang beriman, iman adalah pemberian Alah, dan iman itu menghasilkan buah (Yak 4). Kita melihat Henokh merupakan puncak kesalehan; Lamekh juga merupakan keturunan ke 7 dari Kain, namun dari Lamekh ini justru menjadi puncak kebejatan manuia. (Kej 4). Lamekh adalah orang pertama yang mulai melakukan poligami. Keturunan Henokh menurunkan Nuh. Henokh melairkan Metusalah, pada umur 187 dia memperanakkan Lamekh, sehingga dia hidup 782 tahun lagi setelah memperanakkan Metusalah. Waktu Lamekh melahirkan Nuh, dia berumur 182 tahun. Pada waktu Lamekh melahirkan Nuh umur Metusalah tinggal 600 tahun. Pada akhir hidupnya itulah air bah muncul. Apakah Metusalah mati sebelum atau mati karena banjir??? Kalau dia mati sebelum banjir, berarti dia diselamatkn, namun jika dia mati karena banjir, maka adalah orang yang tidak beriman karena yang beriman hanya 8 orang. Apakah manusia itu??? Ketika orang non Kristen berespon secara baik terhadap wahyu umum, kita orang Kristen bahkan bisa memiliki hidup yang lebih buruk. Ironis sekali bila kita sebagai orang percaya hidup kita berantakan, apakah yang kita pakai untuk mengisi hidup kita??? Henokh umurnya paling pendek dari yang dicatat pada bagian tersebut, namun hidupnya lain, dia dicatat bukan lebih sukses atau kaya, tapi hidupnya bergaul dengan TUHAN.

Dalam Teologi Sukses diajarkan bahwa orang yang diberkati adalah orang yang sukses, yang kaya dsb. padahal hal itu tidak ada dalam Alkitab. Ada kebahayaan disini. Bergaul dengan Allah berati dia akrab dengan Allah. Kalau dia bergaul berarti dia memfokuskan hidupnya untuk Allah, kalau kita hanya arahkan hidup kepada materi, maka hidup kita kecil sekali dan tidak berarti. Kristus adalah contoh, hidup dari makna, bukan dari rentang waktunya. Umurnya hanya 33,5 tahun namun hidupnya berkait senantiasa dengan Bapa yang di sorga. Apakah hidup kita sudah dikaitkan dengan kehendak Bapa yang di sorga??? Ini sangat penting. Kaya tidak salah jika kaya itu bisa dikaitkan dengan kekekalan, dengan kemuliaan Allah. Maka sekaya apapun kita, hidup kita nothing dihadapan Allah. Kita mungkin kaya raya, namun tidak ada artinya. Apa artinya merayakan ulang tahun tiap hari, apa artinya panjang umur bila hidup itu tidak ada bobotnya??? Seandainya kita tahu, kita akan mati pada umur 33 tahun apa yang akan terjadi; kita takut belum menikah, anak masih kecil; pikiran kita hanya takut mati. Kita tidak takut kalau hidup kita tidak punya makna, sebenarnya sepanjang-panjangnya umur, satu hari umur itu akan habis. Musa menyatakan bahwa tahun-tahun umur kita itu pendek, dan hidup itu adalah kesengsaraan (Mzm 90:10). Orang tua seing dihantui dengan ketidak bergunaan dsb. Dalam Ef 5: 15-16 Paulus berbicara mengenai waktu. Waktu berjalan secara linier, bukan sirkular. Waktu, menurut Agustinus seperti tali yang terus dibakar, waktu tidak berulang-ulang. Ada film yang diperankan oleh Michael J Fox mengenai mesin waktu; disana waktu bisa diulang-ulang, di timur juga ada konsep seperti ini. Namun waktu tidak bisa diulang. Kita manusia yang terbatas, hidup kita bukan masalah panjang pendeknya. Musa berkata, Tuhan ajarilah kami menghitung hari kami sedemikian agar kami beroleh hati yang bijaksana. Musa berpikir bahwa ketika waktu-waktu itu lewat, hidup harus makin bijaksana. Mzm 90:11 Musa mengaitkannya dengan murka Allah. Tanpa berkait dengan Allah, hidup kita adalah nothing.

Mengapa kita sulit mempermuliakan Allah??? Karena kita sudah menempatkan diri kita dalam posisi yang tidak tepat. Allah harus senantiasa diatas; manusia menguasai alam untuk memuliakan Allah. Namun manusia seringkali mau diatas Allah namun dibawah alam. Aneh, kadang kita mau mengatasi Allah, namun kita rela dibawah alam. Kita tidak sadar bahwa ketika uang, kesuksesan jadi sasaran kita, berati materi (alam) ada di atas kita; ini ada keterbalikan. Pada waktu kedudukan, kekayaan, pengetahuan, kuasa politik jadi tujan hidup manusia, segala sesuatu yang dalam kesementaraan jadi tujuan hidup kita, maka kita sudah bergeser kebawah, kita dikuasai oleh alam.

Dalam gereja-gereja tertentu, ada orang yang mau mengatur Allah, kita mau mengatasi Allah. Allah seolah bisa disetir oleh kita, berarti kita lebih berkuasa dari Allah. Konsep yang mengatakan bahwa dengan sogokan, upeti (apapun itu: uang, persembahan, pelayanan) Allah bisa kita perintah, adalah konsep agama yang salah. Kita harus membidik sasaran kita, yaitu Allah semata. Kristus adalah sasaran kita, Allah sebagai fokus hidup; kalau bidikan kita meleset, mungkin kita bisa jatuh, namun kalau meleset masih dekat. Jika fokusnya kita tidak tahu, maka segalanya menjadi kacau. Kita hanya pikir apa yang bisa kita nikmati; kita rasa sayang kalau ada orang mati muda, kita hanya mengukur umur orang berdasarkan panjang pendeknya, ini berarti berfokus pada kesementaraan saja. Paulus menyatakan bahwa kita adalah orang yang paling malang bila kita hanya meletakkan pengharapan kita pada kesementaraan (1 Kor 15:19 ). Lebih baik punya hidup yang mungkin tidak panjang namun bermakna; dari pada panjang namun tidak bermakna. Kita tidak bisa memilih kita dilahirkan seperti apa, namun kita bisa mengisi hidup kita untuk mempermuliakan Allah. Kristus mengarahkan seluruh hidup-Nya kepada seluruh kehendak Bapa.

Satu kali ada orang meninggal yang belum percaya namun keluarganya Kristen, dan waktu meninggal dia pakai ayat 2 Tim 4:6-7 di koran. Saya pikir kapan dia menyelesaikan pertandingan dengan baik, dia bahkan mungkin belum percaya, iklan itu cuma slogan belaka. Waktu kita berlari, kita ada tujuan, yaitu memuliakan Allah (1 Kor 9:24-26, Filipi 1:21; 3:13-14). Teman saya berkata kalau Kristus datang pada waktu nonton sinetron dia akan bilang wah sebentar saya habiskan dulu sinetronnya ya Tuhan, karena sinetron ini sungguh menarik. Mana yang kita pikir lebih baik, sekarang pergi ke sorga atau hidup dahulu baru nanti ke sorga. Hizkia ketika diperpanjang umurnya maka kerohaniannya merosot. Bertemu dengan Kristus sangat mulia, namun Paulus rela untuk terus hidup untuk memberi buah. Waktu Tuhan menyuruh Yunus ke Niniwe ada ancaman; ancaman itu terkadang perlu. Ancaman yang keras sering perlu. Ketika mati, kita dapat memilih apa saya tinggalkan, dan kemana saya pergi. Hidup penuh pergumulan, apakah saya sungguh-sungguh percaya pada Tuhan??? Bila bertemu Allah, apakah kita berani datang dengan suka kehadapan-Nya??? Henokh meningalkan catatan keturunan yang baik.Bila kita mati apa yang kita tinggalkan, pabrik, deposito??? Yang ditinggalkan adalah keturunan, anak, menantu. Kita diingatkan bahwa yang paling berharga adalah keturunan kita. Keturunan adalah estafet yang akan meneruskan iman. Saya pernah mendengar mengenai seorang bendahara yang sangat sibuk, dan setiap anaknya yang mau perlu sesuatu harus menulis di kertas dan dia akan memenuhi semua, bolehkah kita berbuat demikian??? Sering kita terlalu sibuk cari uang, uang perlu kita pikirkan, namun bergaul dengan anak-anak kita dan memberikan teladan jauh lebih penting. Henokh meninggalkan keturunan, dari Metusalah ada keturunan yang baik. Ada seorang yang benar-benar berpikir tentang masalah ini, Monica, ibu Agustinus, dalam confessions (Agustinus), Monica adalah ibu yang sangat dikagumi, ibu yang mencucurkan air mata untuk anak-anak. Istri saya ketika akan meninggal terus mau membekali anak-anak saya satu hal, yaitu takut akan Tuhan. Bagaimana kalau anak-anak kita jadi berandal??? Pdt. Stephen Tong bersaksi bagaimana ibunya terus mendoakan dan mendidik anak-anaknya untuk takut akan Allah. Seorang pengkhotbah bertanya pada anak-anaknya, siapa pengkhotbah yang terbaik, semuanya mengatakn: ibu. Ibu itu memiliki peran yang sangat mulia. Setelah anak-anak saya ditinggal mamanya, anak-anak saya sering bercerita tentang mamanya, hal ini menunjukkan bahwa peran ibu sangat penting. Ada 2 tempat dalam Pkh 1:7, rumah pesta dan rumah duka. Pengkhotbah menasihatkan kita bahwa pergi ke rumah duka lebih baik dari pada ke rumah pesta. Ini terbalik dari yang sering kita pikirkan. Mengapa demikian??? Di rumah dukalah ada akhir hidup manusia, disanalah kita diingatkan, suatu hari kita akan meninggalkan dunia ini, bagaimana hidup kita??? Di rumah duka kita diingatkan lagi apa yang ditinggalkan oleh orang yang mati itu. Kita merenung seperti teman David Livingstone yang terus menangis, dia mengingat bahwa mereka berdua dipanggil Tuhan untuk menjadi Hamba Tuhan, namun dia lalai terhadap panggilan tersebut, sementara David Livingstone telah setia sampai akhir hidupnya.

Saya harap kita merenungkan hal ini, apakah hidup kita ini, kemana kita akan pergi dan apa yang kita tinggalkan. Amin.

(Ringkasan khotbah sudah diperiksa oleh pengkhotbah – KK)
GOD be praised!!!

Sabtu, 04 Juli 2009

05 Juli 2009

05 Juli 09

GRII Bintaro Jl Maleo Raya, Ruko Sektor 9; Blok G 8-9 Bintaro Jaya Sektor 9
Ibadah I 07.00 Ibadah II 10.00 (Gedung Gereja Imanuel)
Pengkhotbah: Pdt. Rudy Pranoto
Liturgis : Bp. Agung Waluyo (Ibadah I) ; Bp. Tangkas Siahaan (Ibadah II)

PRII BSD
Ruko Malibu Blok B-25 BSD
Ibadah 17.00
Pengkhotbah: Pdt. Rudy Pranoto
Liturgis : Bp. Bintang Sitompul

Pemuda Remaja (04 Juli 2009)
Setiap hari Sabtu 16.30 di GRII Bintaro

Pemuda - KK White (Eskatologi 1 - Adamic)
Remaja - Bp. Tangkas Siahaan

Jumat, 03 Juli 2009

Allah - Yunus, Niniwe, dan kita

Pdt. Rudy Pranoto

28 Juni 2009

Yunus 3:1-10

Dalam bagian yang kita baca, ada suatu perintah yang sama yang diulang kembali seperti yang ada dalam Yunus 1. Pada waktu itu Yunus melarikan diri dari perintah ini, dikatakan disini: “bangunlah, pergilah ke Niniwe.” Apakah waktu itu Yunus sedang dalam perjalanan ke Niniwe, seandainya demikian mengapa ada perintah lagi??? Disini ada penegasan lagi yang serius. Sebenarnya dalam ay 2 Yunus mungkin pergi ke Yerusalem untuk membayar nazar dan pulang ke rumahnya. Setelah itu mungkin terjadilah perintah ini. Disini ada jangka waktu, sehingga mungkin ada berita tentang kejadian Yunus ditelan di dalam perut ikan yang sampai kepada rakyat Niniwe. Yunus dingatkan kembali berita yang dahulu ditolaknya. Pekerjaan seorang hamba Tuhan seperti Yunus adalah menyampaikan apa yang diinginkan oleh Allah, sehingga semestinya dia tidak menentang. Namun Yunus adalah orang yang seringkali beargumen dengan TUHAN. Argumennya adalah bahwa bila Niniwe bertobat maka itu membahayakan Israel. Itu adalah alasan-alasan yang bersifat humanis. Allah pasti sudah mengerti. Ada perkataan bangunlah, namun dalam bahasa Inggris Yunus 1:2 ditulis against (menentang) namun dalam Yunus 3:2, cry unto (berteriak kepadanya) disini ada belas kasihan TUHAN. Ada hati yang mengasihi, kadang TUHAN berbicara keras namun terkadang lembut, disini ada perintah yang jelas. Seorang ayah biasa mewakili keadilan TUHAN, seorang ibu mewakili kelembutan TUHAN. Banyak wanita ingin menjadi pria, emansipasi wanita dsb. sehingga ada pertanyaan bernada tidak terima apakah Allah itu laki-laki, mereka bernyanyi she's got the whole world (lagu aslinya adalah He's got the whole world). Allah bukan monopoli laki-laki, ini adalah rasionalisasi yang keliru. Wanita itu sebagai istri yang lebih lemah namun sebenarnya equal. Orang merumuskan bahwa yang jantan harus itu laki-laki, Golda Meier (mantan PM Israel yang wanita) mengatakan mengapa yang jantan harus laki-laki??? Saya juga jantan, katanya. Ada yang menarik dalam lukisan Rembrant tentang anak yang hilang, tangan Bapa yang merangkul anak yang hilang itu satu tangan laki-laki dan 1 tangan perempuan, Allah itu memiliki kelembutan namun juga ketegasan. Kita harus mengenal Allah secara utuh.

Yunus sudah memberontak namun dia tidak dibuang oleh Allah, ini adalah kasih karunia yang sangat hebat, hal ini seharusnya membuat kita menghargai. Kalau kita bisa melayani bukan karena TUHAN butuh kita, namun itu adalah hak istimewa yang semestinya kita hargai. Ay 3-4 Yunus pergi ke Niniwe sesuai dengan Firman Allah. Mengapa Allah tidak membimbing Yunus langsung dari perahu langsung ke Niniwe, namun dia harus melalui perahu, ikan, baru ke Niniwe??? Ini menunjukkan bahwa bila Allah mau memakai maka Allah akan terus mendapatkan kita. Terkadang saya merasa mengapa begitu banyak tugas, ini adalah dosa karena bila kita bisa bertugas itu adalah anugerah TUHAN. Kesadaran anugrah adalah hal yang sangat perlu.

Niniwe adalah kota yang sangat besar. Mengapa orang-orang yang sangat jahat terus ditolong oleh Allah??? bandingkan Mzm 8:4-6, kita melihat siapa sebenarnya kita ini; Allah tidak butuh kita, ini semestinya menyadarkan kita bahwa kita adalah orang-orang yang mulia. Kota itu 3 hari perjalanan luas nya, lalu Yunus berjalan sehari perjalanan jauhnya, ada orang yang menafsirkan bahwa dia kurang serius, namun ada yang bilang itu serius karena pengalaman dalam perut ikan itu menyadarkannya. Peristiwa-peristiwa yang terjadi itu untuk membuat kita bisa refleksi diri, apa yang mesti saya lakukan. Disini Yunus tidak takut lagi menghadapi Niniwe; makin orang merasakan kebahagiaan Allah, seharusnya dia makin berani melaksanakan tugas pelayanannya. Mereka bisa mengerti bahasa Yunus, bukankah Yunus orang Ibrani??? Yes 36:11-13 mereka mengerti apa yang dikatakan Yunus meski Yunus bukan orang Niniwe. Dalam pemberitaannya Yunus berkata bahwa 40 hari lagi Niniwe akan ditunggang balikkan. Bagaimana mungkin berita yang singkat itu bisa mempertobatkan Niniwe??? Kata menunggang balikkan itu pernah juga dipakai untuk Sodom dan Gomora, itu adalah khotbah yang sangat keras. Dalam khotbah yang keras ada kasih Allah yang ingin dinyatakan. Unsur kasih sering kita lihat hanya dalam satu segi saja, yaitu pemberian, padahal kasih itu mengajar dan menyatakan keadilan TUHAN. Kata-kata ini dikatakan untuk Sodom juga, disini mereka mengenal bahwa Sodom telah dimusnahkan, apakah pengertian seperti ini penting??? Waktu Musa membicarakan hikmat; hati yang bijaksana dihubungkan dengan murka TUHAN (Mzm 90). Bila kita bijaksana kita perlu mengerti murka Allah. Itu dikatakan kepada orang-orang Niniwe seolah seperti ancaman, namun ancaman itu perlu. Ada orang yang terus menolak Injil, dan ketika di neraka dia akan berkata mengapa kamu tidak paksa atau mengancam saya supaya saya percaya Tuhan??? Kita kadang sungkan untuk mengancam, padahal memang ada suatu hal yang menakutkan yang harus kita sampaikan. Hal ini mengingatkan kita, pernahkan kita menginjili teman-teman kita, bahkan “mengancam” mereka. Ancaman kematian merupakan orang tua dalam kehidupan. Disini ada sifat paradoks, dalam ancaman ada stimulan. Jangan segan untuk mengancam dia agar dia terus berpikir. Ketika orang yang kita Injili ada di neraka maka mereka sudah tidak ada alasan untuk menuntut lagi. Hal ini unik dalam pemberitaan sedemikian Niniwe bertobat.

Ketika mereka bertobat tidak ada jaminan pengampunan, mereka hanya berharap: siapa tahu Allah mengampuni (ay 9). Bagaimana dengan kita yang sudah mendapatkan jaminan akan pengampunan dosa tersebut??? ini sangat ironis, seorang yang tidak ada jaminan tetap mau bertobat, bahkan sampai semua diikut sertakan. Ada penafsir yang mengatakan bahwa binatang yang tidak berakal disuruh untuk mengerti mengenai hukuman Allah melalui rasa lapar; ini bukan kecerobohan raja, mungkin ini adalah kesadaran yang samar akan murka Allah. Orang-orang Niniwe percaya bahwa teriakan binatang yang lapar itu akan didengar oleh Allah dan hal itu nanti dikonfirmasi bahwa Allah menyertakan binatang ternak sebagai alasan pengampunannya (4:11). Pertobatan raja dan penduduk Niniwe itu menunjukkan bahwa penggungaan kain kabung tidak terbatas pada Israel saja (Yeh 26:16). Dalam 8b mereka bukan hanya melakukan hal-hal lahiriah, namun mereka benar-benar bertobat dari dosa-dosa mereka. Calvin menyatakan bahwa puasa, kain kabung, bila tidak disertai hati maka hal itu justru bisa membangkitkan murka TUHAN. Mereka tidak tahu apa yang akan terjadi setelah mereka bertobat, ini adalah suatu refleksi bagi kita, kita sidah tahu jaminan pengampunan, namun kita tetap tidak mau bertobat. Raja pun bertobat, bagaimana dengan kita. Ada yang berkata, ada orang ingin bertobat, namun tidak mau meninggalkan hal-hal lahiriah kebesaran, kenikmatan dsb. disini sang raja memakai kain kabung, dia tidak memakai kain ungu (pakaian kebesarannya). Sang raja menanggalkan kedudukannya dan mau merendahkan diri, karena dia takut kepada Allah yang adalah Raja diatas segala raja. Bila hal itu bisa terjadi, maka hal itu adalah karena Allah sudah memberikan benih iman kepada mereka. Kita harus merenungkan hal ini, mereka bertobat meski tidak ada jaminan pengampunan. Yoel 2:14 kalau mereka hanya medengar ancaman dan mereka bertobat, namun kita yang ada jaminan, kita jauh lebih berengsek dari pada Niniwe, biarlah ini menjadi perenungan buat kita. Niniwe ini dijadikan pembanding oleh Tuhan Yesus, ini adalah suatu hal yang penting sehingga Tuhan membandingkannya. Mat 12:41, khotbah Yesus ini membandingkan orang-orang pada zaman-Nya dengan Niniwe, Yesus lebih besar dari Yunus namun banyak yang tidak bertobat, padahal pada waktu Yunus berkhotbah, Niniwe bertobat. Kita mempercayai kedaulatan TUHAN, namun Alkitab juga mengajarkan mengenai tanggung jawab manusia. Maunsia melakukan berdasarkan tanggung jawabnya; siapa yang bersalah akan dihukum, kita tidak dapat mempersalahkan TUHAN. Pertobatan Niniwe dipakai untuk menunjukkan ketegar tengkukan bangsa Israel yang tetap tidak mau bertobat. Ini sangatlah ironis dan mengingatkan kita semua. Abraham yang tidak ada Firman (Alkitab seperti kita), dia taat tiap perkataan TUHAN, TUHAN berfirman sekali dan dia taat; namun kita yang sudah memiliki Alkitab, Dia berkata banyak kali namun kita tidak taat. Orang Israel tidak bertobat, pertanyaannya pertobatan Niniwe itu sejati atau bukan??? Tidak mungkin seluruh kota bertobat, karena segera kota itu bermusuhan dengan Israel dan Yehuda; namun ada yang bertobat juga dengan sungguh-sungguh sebab bila tidak bagaimana mungkin Yesus berkata bahwa mereka bertobat. Niniwe akhirnya memang jatuh lagi kedalam dosa, Niniwe dihancurkan oleh Cyaxares dan sekutunya pada tahun 606 SM.

Ay 10, menyesallah Allah karena malapetaka yang telah dirancangkan-Nya, dan Dia tidak jadi melakukannya. Menyesal bukan berarti Allah salah. Hal ini jelas menyatakan belas kasihan Tuhan. Dari menghukum menjadi tidak menghukum, disini ada satu dinamika yang merupakan keunikan dalam diri Allah. Dari apa yang kita sudah baca ini, kita melihat Allah menubuatkan kehancuran Niniwe. Secara esensi, Allah tidak berubah, namun dalam dinamikanya dia berubah. Apakah Allah mengampuni Niniwe karena pertobatan mereka??? Pertobatan mereka adalah karena iman (5), iman ini diperlihatkan dengan perbuatan pertobatan mereka, iman tanpa prbuatan adalah mati. Perbuatan bukan melengkapi iman yang belum cukup, namun iman itu ditunjukkan melalui perbuatan. Ini adalah renungan bagi kita semua untuk melihat diri kita agar kita belajar untuk mengenal Tuhan; bila Dia masih berbelas kasihan, janganlah kita bermain-main, namun serius.

(Ringkasan khotbah ini sudah diperiksa oleh pengkhotbah -KK)

GOD be praised!!!

Selasa, 30 Juni 2009

Sabda Bahagia

Pdt. Rudy Pranoto
28 Juni 2009
Matius 5: 1-12

Khotbah di bukit sudah sangat terkenal bahkan perikop ini juga terkenal di kalangan orang non Kristen, Mahatma Gandhi sering membaca khotbah ini, dia adalah orang yang punya cinta kasih persaudaraan yang sangat dalam dan sangat dipengaruhi oleh khotbah ini. Namun banyak orang yang mengerti kebenaran itu baru ada dalam ruang lingkup wahyu umum. Nilai-nilai Alkitab lebih dari itu, bila kita tidak dilahir barukan, sampai kapan pun kita tidak akan mengerti. Gandhi waktu membaca bagian ini memang dipengaruhi namun dia tetap tidak bisa menjadi Kristen karena dia kecewa dengan orang Kristen. Dalam suatu perjalanan dia direndahkan oleh orang Inggris yang Kristen. Paulus berkata bahwa kita adalah surat terbuka, karena itu kita harus menjadi teladan agar orang melihat kemuliaan Allah. Orang Kristen disebut Kristen justru oleh orang kafir yang melihat suatu perbedaan dalam diri orang Kristen, setiap mereka bertanya mereka diberi tahu bahwa mereka adalah pengikut Yesus Kristus. Kemarin di Persekutuan Wanita dikatakan bahwa hidup kita dikontrol pikiran, namun kita harus tahu bahwa pikiran kita harus dikendalikan oleh Firman. Dalam bukunya, Pdt. Stephen Tong mengatakan bahwa rasio bukan penentu, rasio harus tunduk kepada kebenaran Firman

Banyak yang berkata bahwa khotbah di bukit itu adalah inti khotbah Yesus. Injil Matius sangat sarat dengan tema Kerajaan Allah. Yesus Kristus memanggil murid-murid-Nya, ini adalah persiapan untuk membangun Kerajaan Allah. Tuhan memanggil mereka untuk mendirikan Kerajaan itu. Mat 4 Yesus mengajar, memberitakan Injil (peresmian Kerajaan Allah), lalu Mat 5 ini ada 8 sabda bahagia. Kalimat yang pertama, datanglah murid-murid kepada-Nya. Yang mendengar adalah orang banyak dan para murid. Matius mengatakan bahwa murid-murid-Nya datang kepada-Nya. Dalam mengajar Yesus membangun relasi dahulu dengan murid-murid, setelah orang-orang itu memiliki hati yang mau belajar barulah dia mengajar. Hal in menekankan bahwa ini seolah bersifat eksklusif. Bukankah eksklusifitas sering diserang??? Suatu hari ada orang yang beragama lain datang ke gereja saya, dulunya dia biasa-biasa saja, lalu sekarang dia ikut STRIS. Dia memikirkan kata eksklusif, jika ada orang sungguh memberitakan Injil, berpuasa, orang tersebut sering dikatakan eksklusif. Kita bukan mengeksklusifkan diri kita, namun Tuhan Yesus yang memisahkan kita. Kita ini dibedakan dari yang lain, itulah yang disebut Qados (kudus), yaitu dibedakan/dikhususkan dari yang lain. Kita sering tidak sadar siapa kita dihadapan Tuhan. Ada gejala yang tidak baik diantara orang Kristen, sering kali kita tidak sadar hal yang basic (dasar), kita sering mengajak orang untuk berdoa untuk melayani, namun sebelumnya orang yang diajak itu harus sadar bahwa dia menerima anugerah, dia diangkat menjadi anak, bila dia sadar hal ini maka dia akan menghargai anugerah Tuhan, bila dia tetap tidak menghargai anugerah tersebut berarti dia adalah orang bebal dan mungkin dia belum menerima anugerah Tuhan. Orang yang banyak diampuni adalah orang akan banyak berbuat kasih, sebenarnya setiap orang Kristen adalah orang banyak diampuni, kita harus sadar bahwa kita sudah banyak diampuni, hal in harusnya memicu hidup kita untuk semakin mengasihi dan memuliakan Tuhan.

Dalam perumpamaan tentang menabur benih, ada orang yang takjub namun benih Firman itu mati dan tidak bertumbuh, bila kita mengatakan bahwa suatu khotbah itu bagus, namun hal itu tidak memiliki pengaruh yang signifikan dalam hidup; sebenarnya mungkin memang bukan orang Kristen sejati (Ibrani 6). DalamYoh 2:24 dikatakan bahwa Yesus tidak mempercayakan diri-Nya kepada mereka, karena mereka cuma mau mujizat, mau apa yang keluar dari Tuhan, namun bukan Tuhan sendiri, bukan sang Pemberi namun pemberiannya. Dalam pelayanan kadang kita mengalami pergumulan, dan kita harus mengerti dan memiliki interaksi dengan orang yang kita layani. Saya berkata pada orang yang saya layani bahwa setiap masalah yang terjadi dalam hidup kita adalah ujian iman, seringkali Tuhan menguji orang yang dikasihi-Nya. Hidup ini adalah proses pergumulan yang panjang.

Ay 2, Yesus mulai mengajar, disini ada satu yang harus didengar. Lidah itu berbahaya, bisa membangun dan bisa merusak juga. Yang dikatakan Yesus adalah sesuatu yang sangat penting. Kita terlalu sering berbasa-basi, tanya apa kabar dan lalu menjawab baik. Suatu hari ada orang bertanya apa kabar, dan saya jawab ada baik ada buruk, dan dia kaget karena terlalu sering mengeluarkan kata-kata klise dan mendengar jawaban basa basi. Apa yang kita katakan harus menjadi message. Richard Baxter berkata bahwa setiap dia berbicara, dia berbicara seolah saya sekarat dan berkhotbah kepada orang yang sekarat yang mungkin tidak akan bisa bertemu lagi dengan dia. Setiap kita berkhotbah kita harus serius, apa yang dikatakan oleh Yesus Kristus bukan sekedar basa-basi, namun itu menjadi berita (message). Waktu membaca ayat 8 sabda bahagia ini kita berpikir bahwa ini adalah ideal yang kita tidak bisa lakukan. Yang kedua berpikir bahwa ini adalah sangat praktis dan gampang dilakukan, namun keduanya salah. Hal tersebut sulit namun bukan tidak bisa dilakukan.

Tuhan Yesus memulai dengan kata berbahagialah. Kita harus belajar spirit paradoks, suatu hal yang seolah bertentangan. Berbahagialah orang yang miskin dihadapan Allah, yang miskin di dalam roh. Terlebih lagi kata berbahagialah orang yang berduka cita, ini adalah paradoks. Dalam Mzm 51:18,19 dikatakan bahwaTuhan tidak suka dengan korban, Tuhan tidak menerima pelayanan namun dia berkenan pada hati yang hancur. Bila orang rajin pelayanan justru membuatnya congkak, maka dia akan dibuang Tuhan. Saya terkadang ingin marah bila pengurus-pengurus tidak memberikan teladan, namun disisi yang lain saya bersedih hati dan berdoa untuk mereka semua. Saya belajar terus, pelayanan itu berani memperhadapkan diri di hadapan Tuhan apa adanya. Saya tidak punya andil atau jasa, namun anugerah Tuhan itu sangat besar. Karena itu kalimat pertama adalah berbahagialah orang yang merasa rendah, tidak cinta Tuhan, bobrok, dan rapuh. Pengakuan dan kesadaran bukan sekedar sadar dan tahu namun ada langkah lanjutnya. Pada orang yang berzinah Tuhan berkata: “Akupun tidak menghukum kamu, tetapi jangan berbuat dosa lagi”. Bila saya tahu anugerah Tuhan itu besar, maka saya tidak bisa mempermainkannya. Bila Tuhan mau memakai itu adalah anugerah. Karena itu berbahagialah orang yang tidak mempunyai apa-apa, ini memakai kata ptochos, ptochos diartikan orang yang benar-benar tidak punya apa-apa, seperta janda miskin yang yang cuma memiliki 2 peser dan ketika dimasukkan uang itu maka dia sudah tidak punya apa-apa lagi, inilah arti miskin disini. Kebangunan rohani yang sejati selalu dimulai dengan hancur hati; kita tidak dipanggil untuk membandingkan diri dengan orang lain. Kita perlu memiliki kesadaran akan kemiskinan diri kita sendiri. Jemaat Laodikia merasa kaya, namun Tuhan mengatakan bahwa mereka miskin. Kita perlu untuk memiliki kesadaran akan hal ini. Waktu saya masih muda ada seorang coach (pelatih) dari luar negri yang berkata bahwa sepakbola Indonesia tidak bisa menjadi juara dunia karena tidak mengerti basic nya. Mat 7 mengatakan sama-sama bangunan namun beda basic, akhirnya yang dibangun diatas pasir akan roboh. Ini adalah basic, tidak ada yang kita bisa berikan kepada Allah, dan bila kita sekarang bisa melayani, itu hanyalah anugerah Allah. Orang Farisi berdoa membanggakan diri, menganggap diri benar dan mengganggap rendah yang lain, kontras dengan pemungut cukai yang memohon belas kasihan Tuhan. J.M Boyce menyatakan bahwa dia sudah melihat mengenai darah yang dipercikkan - kata hilastheti adalah bentuk kata kerja dari perkataan “tutup pendamaian” yang terdapat diatas tabut perjanjian TUHAN di dalam kemah (hilasterion) . Abraham belum tahu bahwa Kristus mati, namun dia memiliki iman yang melihat jauh, ini adalah iman penebusan (Allah yang menghidupkan orang mati) (Rm 4:17), padahal Abraham hanya tahu bahwa Allah adalah Pencipta (menjadikan dengan Firman-Nya apa yang tidak ada menjadi ada), dia memiliki iman yang menerobos. Pemungut cukai itu memiliki kesadaran akan penebusan itu, bila kita bisa baik maka hal itu adalah anugerah Tuhan.

Ay 4 berbahagialah orang-orang yang berduka cita karena mereka akan dihibur. orang yang merasa bahwa dia tidak bisa mengandalkan apapun dari dirinya, maka dia berduka cita. Taurat seharusnya menyadarkan bahwa kita tidak mampu melakukan Taurat itu dan memohon belas kasihan Tuhan. Namun sebaliknya orang-orang Israel justru sombong karena itu mereka dibuang Tuhan. Orang Kristen harus berduka cita karena kita tidak selalu berada dalam kondisi rohani yang baik. Pergumulan semacam ini sangat indah. Dalam kasus Ayub, Tuhan ingin supaya Ayub semakin mengenal Dia, bukan sekedar melalui kesaksian orang lain. Kta senang mendengarkan kesaksian orang lain, namun kita perlu untuk mengalami sendiri. Saya harap siapapun kita, kita memiliki pergumulan yang jelas, disitu iman kita benar-benar ditempa oleh Tuhan. Ini bukan suatu hal yang gampang. Bahagia itu tidak identik dengan senang-senang, bahagia itu bukan berarti tidak ada kesulitan. Pemimpin pujian sering salah dengan mengatakan bahwa kita harus bersuka cita, hal ini hanya pembiusan diri. Bila ada diantara kita yang menderita, saya menghargai pergumulan. Biarlah dengan hati yang apa adanya kita persembahkan diri kita dihadapan Tuhan. Biarlah kita bergumul. Mungkinkah seorang yang berduka cita berbahagia??? Dunia menjawab tidak, namun Tuhan menganggap kita berbahagia. Biarlah segala sesuatu yang bersifat dasar ini kita mengerti, dengan hati yang hancur kita bergumul, biarlah kita dipakai Tuhan demi kemuliaan-Nya. Amin.
(Ringkasan khotbah ini sudah diperiksa oleh pengkhotbah – KK)

GOD be praised!!!

Kamis, 25 Juni 2009

Kisah Injil Paulus (kita???)

Sdr. Eko Aria

21 Juni 2009

Galatia 2:1-10


Tidak disangsikan lagi, tema mengenai Injil menjadi warna yang sangat mencolok dalam surat Paulus kepada jemaat di Galatia ini. Kita akan melihat beberapa hal dari bagian surat ini. Paulus telah dengan begitu berani menyatakan identitas kerasulannya dengan otoritas dari Tuhan sendiri, sehingga berita keotentikan yang disertai dengan otoritas Injilnya juga tidak boleh ditinggalkan. Hal tersebut dilakukannya untuk memberikan penekanan sehingga dia mengeluarkan kata kutukan untuk “injil lain”. Kita akan melihat betapa pentingnya Injil tersebut, dan bagaimana Paulus menyusun rangkaian argumen dalam suratnya ini untuk memberikan penegasan pada berita Injil tersebut. Dalam bagian yang kita baca, kita melihat bagaimana Paulus seolah menceritakan hal yang biasa. Apa berbeda dari kisah Paulus ini dengan kisah-kisah yang lain, apa bedanya penuturan ini dengan apa yang dikisahkan dalam Kisah Para Rasul misalnya??? Kita percaya bahwa setiap penulis menyusun suatu kisah untuk membangun sebuah argumen tertentu. Sebuah kisah tidak pernah atau setidaknya sangat jarang yang berhenti hanya pada kisah tersebut sendiri, kisah memiliki makna yang memang dengan sengaja (meski tidak senantiasa disadari) diberikan oleh sang pemberi kisah. Kita lihat bahwa hidup kita dipenuhi dengan kisah, bahkan hidup kita ini adalah kisah. Dalam pembicaraan-pembicaraan kita, sangat sering kita berkisah, entah itu adalah kisah mengenai anak, pacar, suami, teman atau musuh-musuh kita. Waktu kita bercerita bahwa anak kita tadi bertanya jawab dengan gurunya, kita bukan hanya sedang ingin membuat orang lain tahu akan kisah tersebut namun kita (secara sadar atau tidak) sebenarnya ingin menyampaikan sebuah pesan saja, yaitu anakku itu pintar. Cukup mudah mengecek hal tersebut, seandainya orang bereaksi dan menjawab kita dengan penuh perhatian dan kata-kata yang tulus: wah anakmu itu susah menangkap pembicaraan yah sampai-sampai dia perlu untuk terus bertanya, mungkin IQ nya rendah, atau mungkin dia ada kelainan, coba deh periksakan ke dokter, saya kenal seorang dokter anak yang pintar. Kita mungkin akan buru-buru meluruskan “maksud” dari kisah kita: oh bukan begitu, anak saya itu sangat kritis sampai gurunya pun kewalahan dalam menjawab pertanyaan-pertanyaannya yang sudah sangat tajam untuk anak sebayanya. Kisah tidak netral, kisah memiliki maksud dan tujuan. Hidup kita dibentuk dan membentuk kisah, dalam pembicaraan hidup kita, semuanya diwarnai oleh kisah. Mari kita berhati-hati dengan setiap kisah kita, termasuk kisah-kisah yang kita ucapkan. 10 pengintai memberikan sebuah kisah, kisah yang bukan menipu, kisah yang nyata, kisah mengenai penduduk Kanaan yang begitu besar dan kuat, kisah tersebut memiliki power yang begitu kuat sehingga membawa tawar hati bagi bangsa Israel dan membuat bangsa Israel ditimpa murka Allah yang besar (Bil 13:32), Husai memberikan gambar berwarna dalam kisahnya mengenai Daud yang bagai beruang yang kehilangan anak di padang, kekuatan kisahnya membuat Absalom mempercayainya dan meninggalkan nasihat Ahitofel (2 Sam 7:8), kisah mengenai kepahlawanan Daud oleh Husai bukan sekedar cerita tanpa maksud, namun dia bermaksud untuk menggagalkan nasihat Ahitofel. Dari cerita mengenai anak, mengenai restoran, sekolah, sampai gosip-gosip, kita sedang menceritakan “sesuatu” yang sering kali bukan sekedar rangkaian fakta yang kita ceritakan tersebut. Pemilihan kisah yang kita ceritakan pun sudah memiliki tujuan tertentu; dalam hidup kita ada banyak kejadian, namun kita memilih sebagian kejadian dari banyak kejadian yang kita ingat untuk menyampaikan sesuatu. Kisah memiliki kekuatan yang sangat besar dalam membentuk kehidupan manusia, sebaliknya kisah tersebut juga dibentuk oleh manusia. Perhatikan kisah-kisah yang kita tuturkan baik dalam kata maupun perbuatan kita, hal tersebut mencerminkan diri kita, komunitas kita, serta arah tujuan kita. Dalam keluarga, dalam gereja, dalam masyarakat, kisah apa yang kita kisahkan dan hidupi??? Apakah kisah bahwa uang banyak akan membawa kedamaian, ataukah kisah cinta dan kebesaran Allah??? Apakah kita mengajarkan anak kita untuk belajar giat agar besok menjadi orang sukses yang banyak uang, apakah kita sering ribut di rumah ketika dagang sedang kurang sukses??? apakah kita sering berselisih pandang dan bertengkar karena uang??? Hati-hati dengan kisah hidup kita, sekali lagi kita akan membangun hidup kita, anak-anak kita, komunitas kita dengan rangkaian kisah yang kita ceritakan baik secara verbal (dengan perkataan lisan) ataupun non verbal (dalam tindak tanduk kita).

Paulus menyajikan kisah dalam bagian ini untuk membawa pesan Injilnya. Sekali lagi dinyatakan disini bahwa dia pergi oleh suatu penyataan (2). 14 tahun in banyak dipercayai sebagai rentang waktu dari pertobatannya. Sebuah waktu yang cukup lama, hal in menunjukkan bahwa dia sebenarnya tidak perlu mengkonformasi Injilnya, sebab dia telah mendapatkannya dari Tuhan sendiri. Kita harus jelas untuk membedakan hal dengan fenomena orang-orang yang mengaku pergi naik turun sorga dan membawa sebuah berita yang diakui dari Tuhan Yesus sendiri, sementara pemberitaan yang dibawa sering kali berbenturan dengan Alkitab. Pada zaman Paulus tersebut, kanon Alkitab belum lengkap sementara kita sekarang sudah, ini menjadi pembeda yang sangat signifikan. Pada zaman sekarang Alkitab telah lengkap, dan segala hal yang kita perlu ketahui mengenai Allah dan karya-Nya sudah tertera di dalam Alkitab, jadi kita harus membubuhkan tanda tanya yang besar ketika ada orang mengaku lagi mendapatkan “penyataan dari Allah” terlebih lagi bila beritanya bertabrakan dengan Injil. Selanjutnya kita sekali lagi melihat bahwa Paulus tidak berhenti pada pengukuhan berita Injilnya. Dia menyampaikan bahwa Injilnya adalah benar, berasal dari Tuhan sendiri, namun dia juga siap untuk mengkonfirmasikannya dengan ajaran para rasul yang lain. Paulus pergi ke Yerusalem, sangat mungkin ini bukan kunjungannya ketika diadakan sidang di Yerusalem (Kis 15) sebab dikatakan disini bahwa dia mengadakan percakapan tersendiri. “Mereka yang terpandang”, merujuk pada kredibilitas rasuli orang-orang yang ditemui Paulus dimana dihadapan mereka Paulus memaparkan Injilnya. Hal in menjadi sebuah konfirmasi bagi orang-orang yang meragukan kerasulan Paulus dan berita Injil yang dibawanya. Paulus menambahkan cerita mengenai bagaimana Titus yang adalah orang Yunani tidak perlu disunat. Sekali lagi kita melihat bagaimana Paulus mengambil kisah tersebut untuk memberitakan Injilnya. Paulus tidak memasukkan berita mengenai Timotius yang disunatkan, ini bukan menjadi inkonsistensi dalam diri Paulus namun dia sengaja memasukkan bagian tidak disunatnya Titus untuk menunjukkan bahwa Injil sesungguhnya bukan masalah menjadi Yahudi secara etnis. Menerima Kristus sebagai Mesias bukan berarti harus “menjadi Yahudi” dahulu dengan disunat, hal itu dikatakan Paulus hanya akan memperhambakan kita.

Injil merupakan “kabar baik”, Injil memiliki latar belakang, baik dalam budaya Yahudi maupun Yunani. Orang-orang Yahudi menantikan berita baik, seorang pembebas yang akan membawa kelepasan bagi mereka, sementara dalam latar belakang Yunani Injil berarti berita kemenangan, dimana hal sering dimengerti sebagai kelahiran atau kenaikan seorang penguasa. Dalam kedua budaya ini, kata Injil tetap memiliki nuansa sebagai berita baik. Hingga masa kini Injil juga tetap merupakan kabar yang baik; Injil tidak dikurung hanya berita mengenai nanti kita akan pergi ke sorga, sebuah tempat yang non historis, dan bersifat non materi. Injil adalah berita kemenangan, Injil adalah berita akan datangnya sang penguasa, sang pembebas. Injil berbicara mengenai kelepasan dari satu perbudakan menuju kepada kemerdekaan dibawah penguasa baru. Dengan demikian kata Injil meliputi juga invasi; kemerdekaan bukan berarti bebas tanpa kekangan, pembebasan ini berarti pembebasan dibawah penguasa baru yang telah melepaskan kita dari penguasa yang lama. Injil yang diberitakan menyodorkan kemenangan TUHAN dan penobatan sang raja, yaitu Yesus dimana hal ini berarti juga kekalahan allah-allah asing dan penundukan diri yang sepenuhnya kepada Allah. Namun kemenangan apa yang didapatkan, Raja itu akan membebaskan kita dari apa??? dalam bagian salam surat ini (1:4) Paulus menyatakan bahwa Dia melepaskan kita dari dunia jahat. Melepaskan bukan berarti kita akan dipanggil keluar dari dunia ini, melainkan kita dibebaskan dari tirani kejahatan yang telah lama memperbudak kita. Ini adalah berita baik. Apakah kita sungguh merasakan bahwa ini adalah kabar baik??? Sungguh ironis, kita telah sangat menganggap remeh dosa, kejahatan semakin lama menjadi hal yang semakin biasa, seiring dengan maraknya dosa, kita mulai beradaptasi dengan dosa dan tidak merasa janggal ketika kita berdosa. Karena itu tidak heran bila ita tidak merasakan dorongan yang sangat kuat untuk memberitakan Injil, sebab kita sendiri tidak merasa bahwa kelepasan dari dosa dan kejahatan adalah suatu kabar baik. Jauh lebih mudah mengidentikkan kabar baik (Injil) dengan “sorga” yang di dalmnya penuh dengan kesejukan dan kemudahan ketimbang mengidentikkannya dengan kelepasan dari dosa. Ini satu hal yang sangat mengkhawatirkan. Surat Galatia ini tidak berbicara mengenai “sorga” yang non material dan non historis, sorga yang hanya diisi oleh “jiwa-jiwa”, sorga yang dipenuhi dengan warna putih, plus malaikat yang bermain harpa. Injil berbicara mengenai pembebasan, kelepasan dari tirani kejahatan. Inilah berita baik, dan mari kita sadari natur sukacita dari berita ini. Sering kali ketika memberitakan Injil, kita sudah keder sendiri, ketakutan, mood kita sangat berhati-hati takut menyinggung perasaan dan lain sebagainya. Injil adalah berita baik, berita sukacita. Sukacita seperti ini mestinya bisa kita beritakan dengan gairah yang lebih besar dari pada seorang anak kecil yang dengan sangat ceria bercerita mengenai mainan barunya. Tentu ada sifat konfrontasi dari Injil ini, namun Injil tetaplah berita sukacita.

Paulus menceritakan bahwa berita Injilnya sejalan dengan pengajaran rasuli, yaitu mereka yang terpandang itu. Paulus menambahkan kembali bahwa dia tidak memandang “keterpandangan” para rasul yang lain sebagai kredit yang besar kecuali panggilan Tuhan sendiri. Ini menjadi kekuatan yang sangat besar dalam pelayanan, yaitu ketika kita tahu bahwa Allah yang memiliki pekerjaan, dan Allah yang mengutus. Paulus menyadari panggilannya untuk memberitakan Injil kepada orang-orang dengan latar belakang non Yahudi (tidak bersunat), seperti halnya Petrus untuk orang-orang bersunat. Ada bagian, ada porsi yang memang telah diberikan Tuhan kepadanya. Ini adalah suatu dasar pelayanan yang sangat penting, setiap kita dipercayakan bagian tertentu oleh Tuhan, tugas kita adalah dengan setia menjalankannya. Mereka, yaitu Yakobus, Kefas, dan Yohanes berjabat tangan dengan Paulus sebagai tanda persekutuan. Mereka bekerja untuk Tuhan yang sama, untuk tugas yang telah dipercayakan masing-masing bagiannya oleh Tuhan. Mereka sama sekali tidak beroposisi dengan Paulus mengenai berita Injilnya, mereka mengingatkan Paulus untuk memperhatikan orang-orang miskin, sebuah hal yang Paulus pun sudah berkomitmen untuk melakukannya. Sangat menarik bahwa dalam pertemuan yang tersendiri (2), ketika Paulus memberikan pertanggung jawaban Injil, sebuah berita yang begitu penting - yang membuatnya berani mengusung kata kutukan yang begitu tajam (1:8-9), dan tidak sungkan-sungkan memasukkan sebuah kisah perseteruannya dengan Petrus (1:11-14) - ada nasihat untuk memperhatikan orang-orang miskin, dan Pauluspun memasukkan hal ini di dalam bagian suratnya ini. Hal ini terlihat seolah sebagai satu hal yang sangat minor dan kurang terlalu perlu dalam rangka untuk mengokohkan berita Injil, namun Paulus menuliskannya bagi pembaca Galatia. Pelayanan gereja, berbicara mengenai kemurnian Injil, tidak pernah terlepas dengan kehidupan sehari-hari. Injil bukan sekedar “nanti” pergi ke sorga, Injil adalah mengenai dominasi Allah yang dinyatakan, dan pada saat yang bersamaan pengguguran allah-allah asing yang disembah secara tidak sah, dan hal tersebut meliputi segala hal hingga elemen sehari-hari, elemen yang terkecil dalam hidup kita. Inilah kisah yang dituturkan oleh Paulus, yaitu betapa dia berpadanan dengan berita rasuli (nanti kita akan melihat bagaimana dia berkonfrontasi dengan Petrus, salah satu orang yang dikatakan terpandang), dan kisah tersebut dituturkannya untuk menjaga iman yang benar, untuk kemurnian berita sukacita yang diembannya.

Setiap kita dibentuk dan membentuk kisah. Dan setiap kita sudah diberikan peran yang jelas, setiap kita menyandang nama Kristus, sebagai Kristen, dan setiap kita dipangil untuk membawakan berita tersebut. Berita yang berisi seruan bahwa Kristus sudah datang, masa penjajahan telah usai. Kristus bukan nama keluarga atau nama alias dari Yesus, namun Kristus sudah dinantikan sebagai sang Pembebas. Kepenguasaan Yesus sebagai Kristus yang sudah datang, invasi dan dominasi-Nya harus diproklamirkan. Paulus dipanggil untuk memberitakannya kepada orang-orang tak bersunat, Petrus untuk orang-orang bersunat, mereka melakukannya dengan memberitakan Injil di tempat-tempat ibadah orang Yahudi, di tempat-tempat yang lain dengan jalan berkhotbah, berdebat dan lain sebagainya. Kita dipanggil untuk memberitakan berita yang sama, kepada zaman dan orang-orang yang berbeda, dengan cara yang mungkin sama dan mungkin berbeda, mungkin dengan berkhotbah, berdialog, bekerja, namun biarlah kisah kita nyata dibaca orang. Sebuah kisah berbahagia mengenai kebebasan yang sejati dari belenggu kejahatan, sebuah kebebasan dibawah perintah Yesus sang Kristus. Ini adalah kisah suka, biarlah kita beritakan kesukaan besar ini dengan gairah cinta Tuhan sang Pembebas kita.


GOD be praised!!!




Bercermin melalui Lot

Pdt. Rudy Pranoto

21 Juni 2009

Kejadian 13:5-13


Ketika kita berbicara mengenai Lot maka hal itu menjadi suatu cermin bagi kita. Waktu Abraham meninggalkan Urkasdim dia membawa Lot, keponakannya. Abraham dan Lot punya harta yang sangat banyak. Waktu itu terjadi pertengkaran antara hamba-hamba mereka karena banyaknya ternak mereka. Abraham mengambil solusi untuk berpisah dan Abraham memberi kesempatan untuk memilih bagi Lot. Ada kebesaran hati Abarham yang kontras dengan Lot. Abraham adalah orang tua yang mestinya lebih berotoritas namun dia memberi kepada Lot, tetapi Lot yang lebih muda dan mengikuti Abraham menunjukkan sikap ketidak tahuan dirinya. Masalah budi pekerti ini kurang diperhatikn orang, bahkan sampai pada zaman sekarang. Banyak orang berkata bahwa sekarang manusia diajar untuk makin pintar, namun sayangnya sangat kurang dalam hal sopan santun. Biasa kalau saudara bertamu paling tidak kita berkata kepada orang yang lebih tua: “Selamat pagi pak, apakah saya bisa bertemu dengan Joni???”. Namun ada orang yang mengeluh pada saya, karena setiap ada teman anaknya yang datang langsung berkata tanpa sopan santun : “Joni ada??? Benar-benar tidak tahu sopan santun.

Ay 11 (sangat mengagetkan saya), Lot tidak bertanya apa boleh saya mengambil tempat ini, dia juga tidak membiarkan Abraham, pamannya untuk memilih terlebih dahulu karena Abraham yang lebih tua. Masalah ini bukanlah hal yang baku, ini adalah masalah etika. Lot benar-benar tidak tahu diri. Dia bisa menjadi kaya juga karena belas kasihan Abraham, namun dia tidak sungkan untuk memilih tempat yang terlihat lebih subur. Kita tidak mendapat contoh disini, sebab Lot menempatkan harta sebagai hal yang utama. Harta memang perlu, namun kalau itu dijadikan orientasi, maka hal itu akan membawa kecelakaan. 1 Tim 6:10 mengatakan bahwa orang yang cinta uang akan menyiksa dirinya sndiri. Jangan kita hanya berpikir mengenai kesementaraan. Lot sangat mementingkan kekayaan dan itu menjadi orientasi hidupnya. Dengan demikian dia berani mengorbankan segala hal hanya untuk kekayaan. Lot berkemah di dekat Sodom, dan Alkitab langsung memberikan catatan bahwa Sodom telah sangat jahat dan berdosa. Tapi bagi Lot hal itu tidak masalah, yang penting baginya adalah itu wilayah yang paling makmur. Lot bukan menjauhkan diri dari Sodom yang jahat, namun pada pasal 14 dia malah pindah ke sana. Apakah Lot tidak tahu bahwa itu kota yang penuh dengan kejahatan??? Dia tahu karena dia pergi mendekat kesana sedikit demi sedikit. Dia bukan tertarik kepada dosa-dosa orang Sodom namun pada kemakmurannya. Lot dikatakan oleh surat Petrus (2 Ptr 2:8) bahwa dia adalah orang benar, karena itu hal ini menjadi cermin bagi kita.

Kata Sodom menjadi akar dari kata sodomi (sebuah hubungan seksual yang abnormal). Pada Kej 19 kita membaca mengenai orang-orang Sodom yang berkata mengenai tamu-tamu Lot, kata “memakai” itu berarti mereka mau memerkosa. Semua pria di kota itu mau “memakai”, tidak peduli orang tua, dewasa ataupun anak-anak, disini kita melihat kebejatan yang begitu jahat. Namun hal itu tidak menjadi masalah bagi Lot, bagi dia, bagaimana dia mendapatkan sesuatu adalah hal yang lebih penting . Kita melihat solusi Lot kepada orang-orang itu yang sangat tidak etis, dia menawarkan anak-anaknya sendiri yang masih perawan untuk “dipakai” mereka. Disini kita melihat kerusakan yang begitu susah untuk dimengerti. Orang yang hanya melampiaskan seks benar-benar mirip binatang. Di dalam persetubuhan sebenarnya ada saling keterbukaan dan menikmati keindahan ciptaan yang paling indah, yaitu manusia, dalam hubungan suami istri yang kudus. Dlm Kej 19:34 kita melihat incest, seorang anak yang memperkosa ayahnya untuk mencari solusi mengenai keturunan. Dalam dua malam kakak dan adik memperkosa satu ayah, ini sungguh sangat bejat, disini kita bisa melihat pengaruh Sodom terhadap keluarga Lot, yaitu anak-anaknya sendiri. Kita hidup dalam dunia yang sudah bejat. Kota Sodom sudah begitu bejat, ini membuat Tuhan tidak bisa mentolerir. Lot tahu semua itu namun dia tetap mengejar harta. Dlm Yeh 16:49 kita melihat bahwa kota ini sangat kaya, ini sangat menarik hati Lot. Lot sudah kaya, namun dia terus hanya ingin memperkaya diri. Bila kita seperti ini, kita harus bertobat. Pada 1996 saya berhenti bekerja, saya berhentikan perusahaan saya karena saya mau merawat isteri saya. Disini ada pergumulan dan pertanggung jawaban dihadapan Tuhan, saya tidak mau hanya mengejar kekayaan. Lot sangat kontras dengan Abraham. Ketika dia sudah mapan, namun Tuhan memanggilnya, maka dia meninggalkannya semua kemapanan hidupnya, pergi ke tempat yang dia tidak tahu. Pada Kej 14, Lot semestinya memiliki kesempatan untuk meninggalkan kota itu, namun dalam Kej 19 kita melihat bahwa dia tetap kembali ke Sodom. Kenikmatan dunia bisa membuat orang lupa diri.

Lot adalah orang yang tidak punya kesaksian hidup. Kej 19:14 mengisahkan Lot yang ketika memperingatkan kedua bakal menantunya dia dianggap berolok-olok (bercanda) saja. Dlm 19:15 dikatakan bawha kedua malaikat itu mendesak Lot, dan ketika dia berlambat-lambat maka melaikat-malaikat itu menarik Lot sekeluarga. Lot berlambat-lambat dalam mengikut melaikat tersebut, ini sangat ironis. Dia sengaja berlambat-lambat, kalau bisa dia tidak meninggalkan kota tersebut. Kalau dia sendiri tidak berniat meninggalkan, wajar bila dia tidak didengar oleh para bakal menantunya, sebab hidupnya tidak menjadi kesaksian. Bila kita tidak menjadi kesaksian bagi anak-anak kita, kita hanya akan dilihat sebagai orang yang becanda saja. Kemarin, waktu memberikan konseling pra nikah, orang bertanya kepada saya mengenai cara mendidik anak, hal itu sebenarnya simpel, tentu itu adalah anugrah Tuhan, dan kita harus menjadi teladan hidup. Kita melihat pada akhirnya istri Lot menjadi tiang garam karena dia menoleh kebelakang. Hatinya ada di Sodom sehingga akhirnya dia menjadi binasa, menjadi tiang garam.

Lot adalah orang benar, namun dia tidak menularkan imannya kepada istri dan menantu-menantunya. Kej 19:26 dikutip oleh Lukas 17:32 sebagai peringatan untuk mengingat isteri Lot. Dalam kedatangan Yesus yang ke 2 kali, kita disuruh untuk mengingat isteri Lot yang begitu mencintai apa yang dimiliki di dunia ini. ini sangat kontras dengan Tuhan Yesus yang berkata apa gunanya memiliki seluruh dunia tetapi kita kehilangan nyawa kita.

Setelah mereka keluar dari kota tersebut, maka kita melihat dosa lain, yaitu anak-anaknya memperkosa dia. Kita melihat dia gagal mendidik isterinya (yang menjadi tiang garam) dan anak-anaknya (yang memperkosa dia). Lot tidak memiliki hidup doa yang baik, waktu Tuhan berkata bahwa kota itu akan ditunggang balikkan dia justru berlambat-lambat, berbeda dengan Abraham yang berdoa bagi kota tersebut. Abraham tidak sekedar berdoa untuk Lot (keluarganya), namun untuk kota tersebut. Abraham tidak sekedar family interest. Abraham berdoa untuk satu kota tersebut, Abraham tahu sekali seperti apa murka Allah itu. Abraham tidak berkepentingan dengan Sodom, dia tidak tinggal disana, namun dia tetap berdoa untuk kota yang bejat tersebut. Inilah orang yang sudah bertumbuh di dalam Tuhan, inilah hidup yang berkelimpahan sehingga serius bergumul dihadapan Tuhan. Kontras sekali dengan Lot yang benar-benar tinggal disana namun tidak pernah berdoa bagi kota tersebut. Kehidupan doa biasa dibagi berbagai macam, syukur, permohonan, pengakuan dosa, dsb. Namun dalam berdoa, kita sering hanya seperti kaset yang diulang-ulang, tidak ada pergumulan di dalamnya. Lot adalah seorang percaya yang meninggalkan warisan yang sangat jelek. Mana yang kita pilih, mendapatkan warisan dari orang tua kita, harta yang melimpah atau teladan yang baik. Bila kita hanya mendapatkan uang yang banyak maka celakalah kita. . Warisan rohani apa yang kita tinggalkan bagi keturunan-keturunan kita??? Kiranya kisah Lot ini menjadi ceriman bagi kita untuk kita belajar untuk terus bergumul. Amin.

GOD be praised!!!

Sabtu, 20 Juni 2009

Filsafat Pendidikan

Ev. Ivan Kristiono

12 juni 2009

Ulangan 6:4-9; Amsal1:7; 31:10-31


Banyak orang Kristen memiliki filsafat pendidikan yang non Kristen. Semua orang memiliki cara pandang, sangat berbahaya kalau kita tidak menyadari apa dan asal cara pandang kita, ataupun efeknya. Gereja sebagai tiang kebenaran dalam dunia harus mengajar jemaat bagaimana jemaat memiliki filsafat pendidikan Kristen. Banyak orang yang konseling mengenai sekolah, dan mereka sangat kaget karena mereka tidak pernah mengerti mengenai filsafat pendidikan yang selama ini mereka anut. Banyak sekolah yang menganut liberation education, progressivism dsb, lalu muncul keminderan orang-orang Kristen kalau dia tidak mengikuti cara Amerika. Kita percaya Alkitab melampaui segala sesuatu, dan kita perlu bijaksana untuk mengerti kebenaran itu. Sama-sama Kristen, filsafat pendidikan bisa lain; ada yang bernama konservatifisime yang bersifat anti intelektual dari sayap Injili; disini anak semacam diindoktrinasi dengan saat teduh, membaca Alkitab dan lain sebagainya. Ada liberation education yang berasal dari liberation theology dsb. Kita sering mendengar pusat pendidikan bukanlah guru, tetapi murid. Tapi sesungguhnya pusat pendidikan adalah Tuhan. Tuhan itu real (nyata), bukan abstrak. Yang membuat manusia mengerti kebenaran adalah Roh Kebenaran. Waktu kita berpusat ke Tuhan, kita otomatis concern terhadap anak, waktu kita berpusat pada anak maka anak tersebut menjadi bos. Tuhan Yesus menyatakan bahwa Dia adalah guru, jadi tidak benar bila dikatakan bahwa kita tidak boleh memarahi anak. Sama-sama Kristenpun bisa sangat berbeda, terlebih lagi yang bukan Kristen. Hal tersebut sekarang diperparah dengan motiv marketing. Banyak orang yang mau mencari hal yang langsung dan praktis, padahal sesungguhnya pendidikan adalah proses .

Shema (LAI: Dengarlah; dalam Ulangan 6:4) adalah fondasi dasar bagi pendidikan. Sekarang ada yang bernama deschooling yang muncul dari seorang yang bernama Ivan Illich, dia mengatakan bahwa Martin Luther sudah membuat negara mencampuri bidang pendidikan, menurut dia anak-anak harus dibebaskan dari ideologi kapitalis, karena itu negara tidak boleh mencampuri urusan pendidikan. Alkitab sudah bicara bahwa pendidikan tidak netral. Waktu kita menyusuri dalam sejarah; Martin Luther menetapkan bahwa pendidikan harus dilaksanakan oleh negara. Alasan pertama adalah keterbatasan kemampuan, yaitu keterbatasan kemampuan orang tua dalam mendidik anaknya, kedua keterbatasan waktu yang dimiliki bagi seseorang untuk mendidikanak-anaknya, ketiga masalah surat penghapusan dosa. Luther mendorong orang untuk memberi uang kepada negara untuk pendidikan daripada memberikan uang untuk ketamakan kepausan untuk membeli surat penghapus salah.

Sebelum Luther, sebelum Aristoteles, sebelum Plato, di padang gurun, TUHAN sudah menetapkan lembaga pendidikan yang paling dasar, yaitu keluarga. Ini tidak bisa diganti oleh pendeta, guru dsb. Seringkali anak-anak lebih hormat kepada guru ketimbang orang tuanya. Orang tua seperti ini sangat kasihan, hak nya untuk mendidik anak sudah dicabut dan diberikan kepada orang lain. Sebagai unit yang paling dasar, keluarga harus menjalankan pendidikan. Semua bermula pada yang paling dasar / ontologi (be atau keberadaan dari “hal” tersebut). Semua bermula dari TUHAN, realita adalah kita hidup dihadapan Allah. Ontologi Kristen harus mulai pada credo atau pengakuan iman bahwa Allah itu ada dan Dia mencipta, dan itu disusul oleh etika. Etika dibangun diatas dasar realita (ontologi) yang benar. Tuhan itu Allah kita, Tuhan itu esa (kalimat tersebut ontologi), maka kasihilah Tuhan Allahmu (kalimat yang menyusul ini etika). Ada anak yang sudah hampir tidak naik kelas namun bermain sampai sore, sementara ada anak-anak yang pintar, nilainya bagus, justru semakin rajin belajar. Etika itu cara dia memandang sesuatu, dan hal tersebut tergantung pada presuposisi dia. Pintar/bijak berati mau diajar bukan IQ yang tinggi. Peperangan yang sangat besar adalah membuat orang bebal menjadi bijak. Makin bebal, makin dia menghina didikan, makin bijak makin suka akan didikan.

Behaviorism menyatakan bahwa orang dan kuda tidaklah berbeda, asal dia dipuji waktu melakukan yang baik maka dia akan menjadi baik. Manusia yang lahir itu bukan kertas polos (tabula rasa), manusia sudah berdosa. Realita / ontologi senantiasa berkaitan dengan etika yang mengikuti. Yahudi banyak memenangkan nobel; orang Yahudi sangat mengenal perintah taklukkanlah bumi... (Kej 1:28) dengan demikian maka dia bisa membelah katak, menelitinya sedemikian rupa; sementara itu orang-orang India akrab dengan konsep bahwa manusia dan alam adalah satu, kita bisa menjadi katak suatu hari kelak ketika berinkarnasi, maka mereka tidak berani sembarangan membelah tubuh katak, bisa jadi katak itu adalah nenek moyang mereka. Ontologi senantiasa berkait dengan etika/ sikap. Pertama tegakkan kebenaran, setelah itu tegakkan etika sesuai kebenaran tsb. Tanpa Firman/kebenaran maka liarlah rakyat. Dimulai dari ontologi lalu masuk ke pada etika.

Tujuan dari pendidikan adalah supaya anak-anak takut akan Allah, anak dekat dengan Tuhan. Kapan pendidikan dilaksanakan??? Pada ay 7 dikatakan agar pendidikan dilaksanakan secara berulang-ulang atau berkesinambungkan. Jadi, pendidikan untuk membuat manusia takut akan Allah menjadi tema utama dalam keluarga. Ini menjadi topik utama, dan sering dibicarakan. Namun sekarang, kita sangat susah dan jarang berbicara mengenai Allah dalam keluarga kita, kita sudah terjangkit sekularisme, kita memisahkan segala hal dari Tuhan. Tema utama pembicaraan yang utama semestinya adalah untuk mempermuliakan Tuhan, dalam setiap aspek pembicaraan senantiasa adalah bijaksana Firman Tuhan. Tema-tema tentang Firman senantiasa ada. Takut akan Allah adalah tujuannya. Dalam Ams 1:7 dikatakan bahwa orang yang takut akan Allah adalah orang yang bijak. Manusia dididik untuk takut akan Allah dan itulah orang bijaksana. Bijaksana yang paling puncak adalah mengenal Kristus. Dalam Alkitab, bijaksana tidak senantiasa dikaitkan dgn keterampilan akademis. Pendidikan Kristen menjadikan kita bijaksana yaitu menjadikan mereka takut akan Allah. Yang harus dididik bukan hanya orang muda, tetapi semua orang. Sudah bijak harus menambah kebijakan lagi, itu adalah karakter orang bijak.

Bijak yang pertama adalah bisa menerapkan Firman dalam hidup sehari-hari. Ams 31:10-31; ay 13-15 berbicara mengenai rajin. Ay 20 orang bijak peka terhadap kesulitan orang lain, ay 26 , 28 , 30 kita melihat bahwa yang bijaksana itu adalah ibu rumah tangga, bukan profesor dsb. Siapapun bisa takut akan Allah. Amsal dibuka dan ditutup dengan takut akan Allah. Yang disebut sebagai takut akan Allah bukan setiap saat bergidik, namun seluruh Firman Allah diaplikasikan dalam hidup, dan hal itu perlu dilatih. Itulah tujuan dari pendidikan Kristen.

Yang kedua, bijaksana adalah mengutamakan Kerajaan Allah; bijaksana berarti tahu mana yang dahulu dan utama dan mana yang terkemudian. Yang kedua adalah mengutamakan yang berharga. Mana yang berharga Allah atau mamon??? Ini dahsyat, Tuhan dikomparasikan dengan mamon, tiap kita memiliki mamon yang harus kita perangi. Mana yang berharga dan mana yang tidak berharga, ini adalah bijaksana kedua. Ketiga, bijaksana berarti mampu menyangkal diri; sepanjang sejarah, orang bijaksana adalah orang yang mampu mengerem kemauannya. Amsal 1 mengajarkan bahwa dimana ada pendidikan disana ada godaan. Disana pasti ada kesulitan. Sekolah bukan karantina, yang dikatakan baik bukan sekedar berarti tidak narkoba, tidak berjudi dsb. Jika hanya berhenti disana maka itu namanya tempat karantina. Ada kesenangan duniawi dan ada godaan dalam pendidikan. Dalam Alkitab, karakter bertumbuh dalam 3 hal, pertama dari buah-buah Roh, kedua, karena janji Firman Tuhan, ketiga, karakter muncul setelah orang menghadapi kesulitan. Tugas kita adalah senantiasa mentoring, biarkan anak menghadapi kesulitannya. Karakter yang agung sering muncul dari kesusahan yang begitu besar. Pendidikan Kristen bertujuan supaya orang takut akan TUHAN, untuk mengaplikasikan Firman dalam seluruh hidup, dan untuk itu pasti ada banyak halangan.

Biarlah suatu hal yang paling dasar ini terus kita aplikasikan dalam filsafat kehidupan dan pendidikan kita. Jangan kita minder, kita harus terus berani untuk dilatih belajar Firman. Kiranya seluruh hidup kita diarahkan seturut Firman Tuhan demi kemuliaan nama-Nya.

(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah – KK)

GOD be praised!!!