Selasa, 30 Juni 2009

Sabda Bahagia

Pdt. Rudy Pranoto
28 Juni 2009
Matius 5: 1-12

Khotbah di bukit sudah sangat terkenal bahkan perikop ini juga terkenal di kalangan orang non Kristen, Mahatma Gandhi sering membaca khotbah ini, dia adalah orang yang punya cinta kasih persaudaraan yang sangat dalam dan sangat dipengaruhi oleh khotbah ini. Namun banyak orang yang mengerti kebenaran itu baru ada dalam ruang lingkup wahyu umum. Nilai-nilai Alkitab lebih dari itu, bila kita tidak dilahir barukan, sampai kapan pun kita tidak akan mengerti. Gandhi waktu membaca bagian ini memang dipengaruhi namun dia tetap tidak bisa menjadi Kristen karena dia kecewa dengan orang Kristen. Dalam suatu perjalanan dia direndahkan oleh orang Inggris yang Kristen. Paulus berkata bahwa kita adalah surat terbuka, karena itu kita harus menjadi teladan agar orang melihat kemuliaan Allah. Orang Kristen disebut Kristen justru oleh orang kafir yang melihat suatu perbedaan dalam diri orang Kristen, setiap mereka bertanya mereka diberi tahu bahwa mereka adalah pengikut Yesus Kristus. Kemarin di Persekutuan Wanita dikatakan bahwa hidup kita dikontrol pikiran, namun kita harus tahu bahwa pikiran kita harus dikendalikan oleh Firman. Dalam bukunya, Pdt. Stephen Tong mengatakan bahwa rasio bukan penentu, rasio harus tunduk kepada kebenaran Firman

Banyak yang berkata bahwa khotbah di bukit itu adalah inti khotbah Yesus. Injil Matius sangat sarat dengan tema Kerajaan Allah. Yesus Kristus memanggil murid-murid-Nya, ini adalah persiapan untuk membangun Kerajaan Allah. Tuhan memanggil mereka untuk mendirikan Kerajaan itu. Mat 4 Yesus mengajar, memberitakan Injil (peresmian Kerajaan Allah), lalu Mat 5 ini ada 8 sabda bahagia. Kalimat yang pertama, datanglah murid-murid kepada-Nya. Yang mendengar adalah orang banyak dan para murid. Matius mengatakan bahwa murid-murid-Nya datang kepada-Nya. Dalam mengajar Yesus membangun relasi dahulu dengan murid-murid, setelah orang-orang itu memiliki hati yang mau belajar barulah dia mengajar. Hal in menekankan bahwa ini seolah bersifat eksklusif. Bukankah eksklusifitas sering diserang??? Suatu hari ada orang yang beragama lain datang ke gereja saya, dulunya dia biasa-biasa saja, lalu sekarang dia ikut STRIS. Dia memikirkan kata eksklusif, jika ada orang sungguh memberitakan Injil, berpuasa, orang tersebut sering dikatakan eksklusif. Kita bukan mengeksklusifkan diri kita, namun Tuhan Yesus yang memisahkan kita. Kita ini dibedakan dari yang lain, itulah yang disebut Qados (kudus), yaitu dibedakan/dikhususkan dari yang lain. Kita sering tidak sadar siapa kita dihadapan Tuhan. Ada gejala yang tidak baik diantara orang Kristen, sering kali kita tidak sadar hal yang basic (dasar), kita sering mengajak orang untuk berdoa untuk melayani, namun sebelumnya orang yang diajak itu harus sadar bahwa dia menerima anugerah, dia diangkat menjadi anak, bila dia sadar hal ini maka dia akan menghargai anugerah Tuhan, bila dia tetap tidak menghargai anugerah tersebut berarti dia adalah orang bebal dan mungkin dia belum menerima anugerah Tuhan. Orang yang banyak diampuni adalah orang akan banyak berbuat kasih, sebenarnya setiap orang Kristen adalah orang banyak diampuni, kita harus sadar bahwa kita sudah banyak diampuni, hal in harusnya memicu hidup kita untuk semakin mengasihi dan memuliakan Tuhan.

Dalam perumpamaan tentang menabur benih, ada orang yang takjub namun benih Firman itu mati dan tidak bertumbuh, bila kita mengatakan bahwa suatu khotbah itu bagus, namun hal itu tidak memiliki pengaruh yang signifikan dalam hidup; sebenarnya mungkin memang bukan orang Kristen sejati (Ibrani 6). DalamYoh 2:24 dikatakan bahwa Yesus tidak mempercayakan diri-Nya kepada mereka, karena mereka cuma mau mujizat, mau apa yang keluar dari Tuhan, namun bukan Tuhan sendiri, bukan sang Pemberi namun pemberiannya. Dalam pelayanan kadang kita mengalami pergumulan, dan kita harus mengerti dan memiliki interaksi dengan orang yang kita layani. Saya berkata pada orang yang saya layani bahwa setiap masalah yang terjadi dalam hidup kita adalah ujian iman, seringkali Tuhan menguji orang yang dikasihi-Nya. Hidup ini adalah proses pergumulan yang panjang.

Ay 2, Yesus mulai mengajar, disini ada satu yang harus didengar. Lidah itu berbahaya, bisa membangun dan bisa merusak juga. Yang dikatakan Yesus adalah sesuatu yang sangat penting. Kita terlalu sering berbasa-basi, tanya apa kabar dan lalu menjawab baik. Suatu hari ada orang bertanya apa kabar, dan saya jawab ada baik ada buruk, dan dia kaget karena terlalu sering mengeluarkan kata-kata klise dan mendengar jawaban basa basi. Apa yang kita katakan harus menjadi message. Richard Baxter berkata bahwa setiap dia berbicara, dia berbicara seolah saya sekarat dan berkhotbah kepada orang yang sekarat yang mungkin tidak akan bisa bertemu lagi dengan dia. Setiap kita berkhotbah kita harus serius, apa yang dikatakan oleh Yesus Kristus bukan sekedar basa-basi, namun itu menjadi berita (message). Waktu membaca ayat 8 sabda bahagia ini kita berpikir bahwa ini adalah ideal yang kita tidak bisa lakukan. Yang kedua berpikir bahwa ini adalah sangat praktis dan gampang dilakukan, namun keduanya salah. Hal tersebut sulit namun bukan tidak bisa dilakukan.

Tuhan Yesus memulai dengan kata berbahagialah. Kita harus belajar spirit paradoks, suatu hal yang seolah bertentangan. Berbahagialah orang yang miskin dihadapan Allah, yang miskin di dalam roh. Terlebih lagi kata berbahagialah orang yang berduka cita, ini adalah paradoks. Dalam Mzm 51:18,19 dikatakan bahwaTuhan tidak suka dengan korban, Tuhan tidak menerima pelayanan namun dia berkenan pada hati yang hancur. Bila orang rajin pelayanan justru membuatnya congkak, maka dia akan dibuang Tuhan. Saya terkadang ingin marah bila pengurus-pengurus tidak memberikan teladan, namun disisi yang lain saya bersedih hati dan berdoa untuk mereka semua. Saya belajar terus, pelayanan itu berani memperhadapkan diri di hadapan Tuhan apa adanya. Saya tidak punya andil atau jasa, namun anugerah Tuhan itu sangat besar. Karena itu kalimat pertama adalah berbahagialah orang yang merasa rendah, tidak cinta Tuhan, bobrok, dan rapuh. Pengakuan dan kesadaran bukan sekedar sadar dan tahu namun ada langkah lanjutnya. Pada orang yang berzinah Tuhan berkata: “Akupun tidak menghukum kamu, tetapi jangan berbuat dosa lagi”. Bila saya tahu anugerah Tuhan itu besar, maka saya tidak bisa mempermainkannya. Bila Tuhan mau memakai itu adalah anugerah. Karena itu berbahagialah orang yang tidak mempunyai apa-apa, ini memakai kata ptochos, ptochos diartikan orang yang benar-benar tidak punya apa-apa, seperta janda miskin yang yang cuma memiliki 2 peser dan ketika dimasukkan uang itu maka dia sudah tidak punya apa-apa lagi, inilah arti miskin disini. Kebangunan rohani yang sejati selalu dimulai dengan hancur hati; kita tidak dipanggil untuk membandingkan diri dengan orang lain. Kita perlu memiliki kesadaran akan kemiskinan diri kita sendiri. Jemaat Laodikia merasa kaya, namun Tuhan mengatakan bahwa mereka miskin. Kita perlu untuk memiliki kesadaran akan hal ini. Waktu saya masih muda ada seorang coach (pelatih) dari luar negri yang berkata bahwa sepakbola Indonesia tidak bisa menjadi juara dunia karena tidak mengerti basic nya. Mat 7 mengatakan sama-sama bangunan namun beda basic, akhirnya yang dibangun diatas pasir akan roboh. Ini adalah basic, tidak ada yang kita bisa berikan kepada Allah, dan bila kita sekarang bisa melayani, itu hanyalah anugerah Allah. Orang Farisi berdoa membanggakan diri, menganggap diri benar dan mengganggap rendah yang lain, kontras dengan pemungut cukai yang memohon belas kasihan Tuhan. J.M Boyce menyatakan bahwa dia sudah melihat mengenai darah yang dipercikkan - kata hilastheti adalah bentuk kata kerja dari perkataan “tutup pendamaian” yang terdapat diatas tabut perjanjian TUHAN di dalam kemah (hilasterion) . Abraham belum tahu bahwa Kristus mati, namun dia memiliki iman yang melihat jauh, ini adalah iman penebusan (Allah yang menghidupkan orang mati) (Rm 4:17), padahal Abraham hanya tahu bahwa Allah adalah Pencipta (menjadikan dengan Firman-Nya apa yang tidak ada menjadi ada), dia memiliki iman yang menerobos. Pemungut cukai itu memiliki kesadaran akan penebusan itu, bila kita bisa baik maka hal itu adalah anugerah Tuhan.

Ay 4 berbahagialah orang-orang yang berduka cita karena mereka akan dihibur. orang yang merasa bahwa dia tidak bisa mengandalkan apapun dari dirinya, maka dia berduka cita. Taurat seharusnya menyadarkan bahwa kita tidak mampu melakukan Taurat itu dan memohon belas kasihan Tuhan. Namun sebaliknya orang-orang Israel justru sombong karena itu mereka dibuang Tuhan. Orang Kristen harus berduka cita karena kita tidak selalu berada dalam kondisi rohani yang baik. Pergumulan semacam ini sangat indah. Dalam kasus Ayub, Tuhan ingin supaya Ayub semakin mengenal Dia, bukan sekedar melalui kesaksian orang lain. Kta senang mendengarkan kesaksian orang lain, namun kita perlu untuk mengalami sendiri. Saya harap siapapun kita, kita memiliki pergumulan yang jelas, disitu iman kita benar-benar ditempa oleh Tuhan. Ini bukan suatu hal yang gampang. Bahagia itu tidak identik dengan senang-senang, bahagia itu bukan berarti tidak ada kesulitan. Pemimpin pujian sering salah dengan mengatakan bahwa kita harus bersuka cita, hal ini hanya pembiusan diri. Bila ada diantara kita yang menderita, saya menghargai pergumulan. Biarlah dengan hati yang apa adanya kita persembahkan diri kita dihadapan Tuhan. Biarlah kita bergumul. Mungkinkah seorang yang berduka cita berbahagia??? Dunia menjawab tidak, namun Tuhan menganggap kita berbahagia. Biarlah segala sesuatu yang bersifat dasar ini kita mengerti, dengan hati yang hancur kita bergumul, biarlah kita dipakai Tuhan demi kemuliaan-Nya. Amin.
(Ringkasan khotbah ini sudah diperiksa oleh pengkhotbah – KK)

GOD be praised!!!

Kamis, 25 Juni 2009

Kisah Injil Paulus (kita???)

Sdr. Eko Aria

21 Juni 2009

Galatia 2:1-10


Tidak disangsikan lagi, tema mengenai Injil menjadi warna yang sangat mencolok dalam surat Paulus kepada jemaat di Galatia ini. Kita akan melihat beberapa hal dari bagian surat ini. Paulus telah dengan begitu berani menyatakan identitas kerasulannya dengan otoritas dari Tuhan sendiri, sehingga berita keotentikan yang disertai dengan otoritas Injilnya juga tidak boleh ditinggalkan. Hal tersebut dilakukannya untuk memberikan penekanan sehingga dia mengeluarkan kata kutukan untuk “injil lain”. Kita akan melihat betapa pentingnya Injil tersebut, dan bagaimana Paulus menyusun rangkaian argumen dalam suratnya ini untuk memberikan penegasan pada berita Injil tersebut. Dalam bagian yang kita baca, kita melihat bagaimana Paulus seolah menceritakan hal yang biasa. Apa berbeda dari kisah Paulus ini dengan kisah-kisah yang lain, apa bedanya penuturan ini dengan apa yang dikisahkan dalam Kisah Para Rasul misalnya??? Kita percaya bahwa setiap penulis menyusun suatu kisah untuk membangun sebuah argumen tertentu. Sebuah kisah tidak pernah atau setidaknya sangat jarang yang berhenti hanya pada kisah tersebut sendiri, kisah memiliki makna yang memang dengan sengaja (meski tidak senantiasa disadari) diberikan oleh sang pemberi kisah. Kita lihat bahwa hidup kita dipenuhi dengan kisah, bahkan hidup kita ini adalah kisah. Dalam pembicaraan-pembicaraan kita, sangat sering kita berkisah, entah itu adalah kisah mengenai anak, pacar, suami, teman atau musuh-musuh kita. Waktu kita bercerita bahwa anak kita tadi bertanya jawab dengan gurunya, kita bukan hanya sedang ingin membuat orang lain tahu akan kisah tersebut namun kita (secara sadar atau tidak) sebenarnya ingin menyampaikan sebuah pesan saja, yaitu anakku itu pintar. Cukup mudah mengecek hal tersebut, seandainya orang bereaksi dan menjawab kita dengan penuh perhatian dan kata-kata yang tulus: wah anakmu itu susah menangkap pembicaraan yah sampai-sampai dia perlu untuk terus bertanya, mungkin IQ nya rendah, atau mungkin dia ada kelainan, coba deh periksakan ke dokter, saya kenal seorang dokter anak yang pintar. Kita mungkin akan buru-buru meluruskan “maksud” dari kisah kita: oh bukan begitu, anak saya itu sangat kritis sampai gurunya pun kewalahan dalam menjawab pertanyaan-pertanyaannya yang sudah sangat tajam untuk anak sebayanya. Kisah tidak netral, kisah memiliki maksud dan tujuan. Hidup kita dibentuk dan membentuk kisah, dalam pembicaraan hidup kita, semuanya diwarnai oleh kisah. Mari kita berhati-hati dengan setiap kisah kita, termasuk kisah-kisah yang kita ucapkan. 10 pengintai memberikan sebuah kisah, kisah yang bukan menipu, kisah yang nyata, kisah mengenai penduduk Kanaan yang begitu besar dan kuat, kisah tersebut memiliki power yang begitu kuat sehingga membawa tawar hati bagi bangsa Israel dan membuat bangsa Israel ditimpa murka Allah yang besar (Bil 13:32), Husai memberikan gambar berwarna dalam kisahnya mengenai Daud yang bagai beruang yang kehilangan anak di padang, kekuatan kisahnya membuat Absalom mempercayainya dan meninggalkan nasihat Ahitofel (2 Sam 7:8), kisah mengenai kepahlawanan Daud oleh Husai bukan sekedar cerita tanpa maksud, namun dia bermaksud untuk menggagalkan nasihat Ahitofel. Dari cerita mengenai anak, mengenai restoran, sekolah, sampai gosip-gosip, kita sedang menceritakan “sesuatu” yang sering kali bukan sekedar rangkaian fakta yang kita ceritakan tersebut. Pemilihan kisah yang kita ceritakan pun sudah memiliki tujuan tertentu; dalam hidup kita ada banyak kejadian, namun kita memilih sebagian kejadian dari banyak kejadian yang kita ingat untuk menyampaikan sesuatu. Kisah memiliki kekuatan yang sangat besar dalam membentuk kehidupan manusia, sebaliknya kisah tersebut juga dibentuk oleh manusia. Perhatikan kisah-kisah yang kita tuturkan baik dalam kata maupun perbuatan kita, hal tersebut mencerminkan diri kita, komunitas kita, serta arah tujuan kita. Dalam keluarga, dalam gereja, dalam masyarakat, kisah apa yang kita kisahkan dan hidupi??? Apakah kisah bahwa uang banyak akan membawa kedamaian, ataukah kisah cinta dan kebesaran Allah??? Apakah kita mengajarkan anak kita untuk belajar giat agar besok menjadi orang sukses yang banyak uang, apakah kita sering ribut di rumah ketika dagang sedang kurang sukses??? apakah kita sering berselisih pandang dan bertengkar karena uang??? Hati-hati dengan kisah hidup kita, sekali lagi kita akan membangun hidup kita, anak-anak kita, komunitas kita dengan rangkaian kisah yang kita ceritakan baik secara verbal (dengan perkataan lisan) ataupun non verbal (dalam tindak tanduk kita).

Paulus menyajikan kisah dalam bagian ini untuk membawa pesan Injilnya. Sekali lagi dinyatakan disini bahwa dia pergi oleh suatu penyataan (2). 14 tahun in banyak dipercayai sebagai rentang waktu dari pertobatannya. Sebuah waktu yang cukup lama, hal in menunjukkan bahwa dia sebenarnya tidak perlu mengkonformasi Injilnya, sebab dia telah mendapatkannya dari Tuhan sendiri. Kita harus jelas untuk membedakan hal dengan fenomena orang-orang yang mengaku pergi naik turun sorga dan membawa sebuah berita yang diakui dari Tuhan Yesus sendiri, sementara pemberitaan yang dibawa sering kali berbenturan dengan Alkitab. Pada zaman Paulus tersebut, kanon Alkitab belum lengkap sementara kita sekarang sudah, ini menjadi pembeda yang sangat signifikan. Pada zaman sekarang Alkitab telah lengkap, dan segala hal yang kita perlu ketahui mengenai Allah dan karya-Nya sudah tertera di dalam Alkitab, jadi kita harus membubuhkan tanda tanya yang besar ketika ada orang mengaku lagi mendapatkan “penyataan dari Allah” terlebih lagi bila beritanya bertabrakan dengan Injil. Selanjutnya kita sekali lagi melihat bahwa Paulus tidak berhenti pada pengukuhan berita Injilnya. Dia menyampaikan bahwa Injilnya adalah benar, berasal dari Tuhan sendiri, namun dia juga siap untuk mengkonfirmasikannya dengan ajaran para rasul yang lain. Paulus pergi ke Yerusalem, sangat mungkin ini bukan kunjungannya ketika diadakan sidang di Yerusalem (Kis 15) sebab dikatakan disini bahwa dia mengadakan percakapan tersendiri. “Mereka yang terpandang”, merujuk pada kredibilitas rasuli orang-orang yang ditemui Paulus dimana dihadapan mereka Paulus memaparkan Injilnya. Hal in menjadi sebuah konfirmasi bagi orang-orang yang meragukan kerasulan Paulus dan berita Injil yang dibawanya. Paulus menambahkan cerita mengenai bagaimana Titus yang adalah orang Yunani tidak perlu disunat. Sekali lagi kita melihat bagaimana Paulus mengambil kisah tersebut untuk memberitakan Injilnya. Paulus tidak memasukkan berita mengenai Timotius yang disunatkan, ini bukan menjadi inkonsistensi dalam diri Paulus namun dia sengaja memasukkan bagian tidak disunatnya Titus untuk menunjukkan bahwa Injil sesungguhnya bukan masalah menjadi Yahudi secara etnis. Menerima Kristus sebagai Mesias bukan berarti harus “menjadi Yahudi” dahulu dengan disunat, hal itu dikatakan Paulus hanya akan memperhambakan kita.

Injil merupakan “kabar baik”, Injil memiliki latar belakang, baik dalam budaya Yahudi maupun Yunani. Orang-orang Yahudi menantikan berita baik, seorang pembebas yang akan membawa kelepasan bagi mereka, sementara dalam latar belakang Yunani Injil berarti berita kemenangan, dimana hal sering dimengerti sebagai kelahiran atau kenaikan seorang penguasa. Dalam kedua budaya ini, kata Injil tetap memiliki nuansa sebagai berita baik. Hingga masa kini Injil juga tetap merupakan kabar yang baik; Injil tidak dikurung hanya berita mengenai nanti kita akan pergi ke sorga, sebuah tempat yang non historis, dan bersifat non materi. Injil adalah berita kemenangan, Injil adalah berita akan datangnya sang penguasa, sang pembebas. Injil berbicara mengenai kelepasan dari satu perbudakan menuju kepada kemerdekaan dibawah penguasa baru. Dengan demikian kata Injil meliputi juga invasi; kemerdekaan bukan berarti bebas tanpa kekangan, pembebasan ini berarti pembebasan dibawah penguasa baru yang telah melepaskan kita dari penguasa yang lama. Injil yang diberitakan menyodorkan kemenangan TUHAN dan penobatan sang raja, yaitu Yesus dimana hal ini berarti juga kekalahan allah-allah asing dan penundukan diri yang sepenuhnya kepada Allah. Namun kemenangan apa yang didapatkan, Raja itu akan membebaskan kita dari apa??? dalam bagian salam surat ini (1:4) Paulus menyatakan bahwa Dia melepaskan kita dari dunia jahat. Melepaskan bukan berarti kita akan dipanggil keluar dari dunia ini, melainkan kita dibebaskan dari tirani kejahatan yang telah lama memperbudak kita. Ini adalah berita baik. Apakah kita sungguh merasakan bahwa ini adalah kabar baik??? Sungguh ironis, kita telah sangat menganggap remeh dosa, kejahatan semakin lama menjadi hal yang semakin biasa, seiring dengan maraknya dosa, kita mulai beradaptasi dengan dosa dan tidak merasa janggal ketika kita berdosa. Karena itu tidak heran bila ita tidak merasakan dorongan yang sangat kuat untuk memberitakan Injil, sebab kita sendiri tidak merasa bahwa kelepasan dari dosa dan kejahatan adalah suatu kabar baik. Jauh lebih mudah mengidentikkan kabar baik (Injil) dengan “sorga” yang di dalmnya penuh dengan kesejukan dan kemudahan ketimbang mengidentikkannya dengan kelepasan dari dosa. Ini satu hal yang sangat mengkhawatirkan. Surat Galatia ini tidak berbicara mengenai “sorga” yang non material dan non historis, sorga yang hanya diisi oleh “jiwa-jiwa”, sorga yang dipenuhi dengan warna putih, plus malaikat yang bermain harpa. Injil berbicara mengenai pembebasan, kelepasan dari tirani kejahatan. Inilah berita baik, dan mari kita sadari natur sukacita dari berita ini. Sering kali ketika memberitakan Injil, kita sudah keder sendiri, ketakutan, mood kita sangat berhati-hati takut menyinggung perasaan dan lain sebagainya. Injil adalah berita baik, berita sukacita. Sukacita seperti ini mestinya bisa kita beritakan dengan gairah yang lebih besar dari pada seorang anak kecil yang dengan sangat ceria bercerita mengenai mainan barunya. Tentu ada sifat konfrontasi dari Injil ini, namun Injil tetaplah berita sukacita.

Paulus menceritakan bahwa berita Injilnya sejalan dengan pengajaran rasuli, yaitu mereka yang terpandang itu. Paulus menambahkan kembali bahwa dia tidak memandang “keterpandangan” para rasul yang lain sebagai kredit yang besar kecuali panggilan Tuhan sendiri. Ini menjadi kekuatan yang sangat besar dalam pelayanan, yaitu ketika kita tahu bahwa Allah yang memiliki pekerjaan, dan Allah yang mengutus. Paulus menyadari panggilannya untuk memberitakan Injil kepada orang-orang dengan latar belakang non Yahudi (tidak bersunat), seperti halnya Petrus untuk orang-orang bersunat. Ada bagian, ada porsi yang memang telah diberikan Tuhan kepadanya. Ini adalah suatu dasar pelayanan yang sangat penting, setiap kita dipercayakan bagian tertentu oleh Tuhan, tugas kita adalah dengan setia menjalankannya. Mereka, yaitu Yakobus, Kefas, dan Yohanes berjabat tangan dengan Paulus sebagai tanda persekutuan. Mereka bekerja untuk Tuhan yang sama, untuk tugas yang telah dipercayakan masing-masing bagiannya oleh Tuhan. Mereka sama sekali tidak beroposisi dengan Paulus mengenai berita Injilnya, mereka mengingatkan Paulus untuk memperhatikan orang-orang miskin, sebuah hal yang Paulus pun sudah berkomitmen untuk melakukannya. Sangat menarik bahwa dalam pertemuan yang tersendiri (2), ketika Paulus memberikan pertanggung jawaban Injil, sebuah berita yang begitu penting - yang membuatnya berani mengusung kata kutukan yang begitu tajam (1:8-9), dan tidak sungkan-sungkan memasukkan sebuah kisah perseteruannya dengan Petrus (1:11-14) - ada nasihat untuk memperhatikan orang-orang miskin, dan Pauluspun memasukkan hal ini di dalam bagian suratnya ini. Hal ini terlihat seolah sebagai satu hal yang sangat minor dan kurang terlalu perlu dalam rangka untuk mengokohkan berita Injil, namun Paulus menuliskannya bagi pembaca Galatia. Pelayanan gereja, berbicara mengenai kemurnian Injil, tidak pernah terlepas dengan kehidupan sehari-hari. Injil bukan sekedar “nanti” pergi ke sorga, Injil adalah mengenai dominasi Allah yang dinyatakan, dan pada saat yang bersamaan pengguguran allah-allah asing yang disembah secara tidak sah, dan hal tersebut meliputi segala hal hingga elemen sehari-hari, elemen yang terkecil dalam hidup kita. Inilah kisah yang dituturkan oleh Paulus, yaitu betapa dia berpadanan dengan berita rasuli (nanti kita akan melihat bagaimana dia berkonfrontasi dengan Petrus, salah satu orang yang dikatakan terpandang), dan kisah tersebut dituturkannya untuk menjaga iman yang benar, untuk kemurnian berita sukacita yang diembannya.

Setiap kita dibentuk dan membentuk kisah. Dan setiap kita sudah diberikan peran yang jelas, setiap kita menyandang nama Kristus, sebagai Kristen, dan setiap kita dipangil untuk membawakan berita tersebut. Berita yang berisi seruan bahwa Kristus sudah datang, masa penjajahan telah usai. Kristus bukan nama keluarga atau nama alias dari Yesus, namun Kristus sudah dinantikan sebagai sang Pembebas. Kepenguasaan Yesus sebagai Kristus yang sudah datang, invasi dan dominasi-Nya harus diproklamirkan. Paulus dipanggil untuk memberitakannya kepada orang-orang tak bersunat, Petrus untuk orang-orang bersunat, mereka melakukannya dengan memberitakan Injil di tempat-tempat ibadah orang Yahudi, di tempat-tempat yang lain dengan jalan berkhotbah, berdebat dan lain sebagainya. Kita dipanggil untuk memberitakan berita yang sama, kepada zaman dan orang-orang yang berbeda, dengan cara yang mungkin sama dan mungkin berbeda, mungkin dengan berkhotbah, berdialog, bekerja, namun biarlah kisah kita nyata dibaca orang. Sebuah kisah berbahagia mengenai kebebasan yang sejati dari belenggu kejahatan, sebuah kebebasan dibawah perintah Yesus sang Kristus. Ini adalah kisah suka, biarlah kita beritakan kesukaan besar ini dengan gairah cinta Tuhan sang Pembebas kita.


GOD be praised!!!




Bercermin melalui Lot

Pdt. Rudy Pranoto

21 Juni 2009

Kejadian 13:5-13


Ketika kita berbicara mengenai Lot maka hal itu menjadi suatu cermin bagi kita. Waktu Abraham meninggalkan Urkasdim dia membawa Lot, keponakannya. Abraham dan Lot punya harta yang sangat banyak. Waktu itu terjadi pertengkaran antara hamba-hamba mereka karena banyaknya ternak mereka. Abraham mengambil solusi untuk berpisah dan Abraham memberi kesempatan untuk memilih bagi Lot. Ada kebesaran hati Abarham yang kontras dengan Lot. Abraham adalah orang tua yang mestinya lebih berotoritas namun dia memberi kepada Lot, tetapi Lot yang lebih muda dan mengikuti Abraham menunjukkan sikap ketidak tahuan dirinya. Masalah budi pekerti ini kurang diperhatikn orang, bahkan sampai pada zaman sekarang. Banyak orang berkata bahwa sekarang manusia diajar untuk makin pintar, namun sayangnya sangat kurang dalam hal sopan santun. Biasa kalau saudara bertamu paling tidak kita berkata kepada orang yang lebih tua: “Selamat pagi pak, apakah saya bisa bertemu dengan Joni???”. Namun ada orang yang mengeluh pada saya, karena setiap ada teman anaknya yang datang langsung berkata tanpa sopan santun : “Joni ada??? Benar-benar tidak tahu sopan santun.

Ay 11 (sangat mengagetkan saya), Lot tidak bertanya apa boleh saya mengambil tempat ini, dia juga tidak membiarkan Abraham, pamannya untuk memilih terlebih dahulu karena Abraham yang lebih tua. Masalah ini bukanlah hal yang baku, ini adalah masalah etika. Lot benar-benar tidak tahu diri. Dia bisa menjadi kaya juga karena belas kasihan Abraham, namun dia tidak sungkan untuk memilih tempat yang terlihat lebih subur. Kita tidak mendapat contoh disini, sebab Lot menempatkan harta sebagai hal yang utama. Harta memang perlu, namun kalau itu dijadikan orientasi, maka hal itu akan membawa kecelakaan. 1 Tim 6:10 mengatakan bahwa orang yang cinta uang akan menyiksa dirinya sndiri. Jangan kita hanya berpikir mengenai kesementaraan. Lot sangat mementingkan kekayaan dan itu menjadi orientasi hidupnya. Dengan demikian dia berani mengorbankan segala hal hanya untuk kekayaan. Lot berkemah di dekat Sodom, dan Alkitab langsung memberikan catatan bahwa Sodom telah sangat jahat dan berdosa. Tapi bagi Lot hal itu tidak masalah, yang penting baginya adalah itu wilayah yang paling makmur. Lot bukan menjauhkan diri dari Sodom yang jahat, namun pada pasal 14 dia malah pindah ke sana. Apakah Lot tidak tahu bahwa itu kota yang penuh dengan kejahatan??? Dia tahu karena dia pergi mendekat kesana sedikit demi sedikit. Dia bukan tertarik kepada dosa-dosa orang Sodom namun pada kemakmurannya. Lot dikatakan oleh surat Petrus (2 Ptr 2:8) bahwa dia adalah orang benar, karena itu hal ini menjadi cermin bagi kita.

Kata Sodom menjadi akar dari kata sodomi (sebuah hubungan seksual yang abnormal). Pada Kej 19 kita membaca mengenai orang-orang Sodom yang berkata mengenai tamu-tamu Lot, kata “memakai” itu berarti mereka mau memerkosa. Semua pria di kota itu mau “memakai”, tidak peduli orang tua, dewasa ataupun anak-anak, disini kita melihat kebejatan yang begitu jahat. Namun hal itu tidak menjadi masalah bagi Lot, bagi dia, bagaimana dia mendapatkan sesuatu adalah hal yang lebih penting . Kita melihat solusi Lot kepada orang-orang itu yang sangat tidak etis, dia menawarkan anak-anaknya sendiri yang masih perawan untuk “dipakai” mereka. Disini kita melihat kerusakan yang begitu susah untuk dimengerti. Orang yang hanya melampiaskan seks benar-benar mirip binatang. Di dalam persetubuhan sebenarnya ada saling keterbukaan dan menikmati keindahan ciptaan yang paling indah, yaitu manusia, dalam hubungan suami istri yang kudus. Dlm Kej 19:34 kita melihat incest, seorang anak yang memperkosa ayahnya untuk mencari solusi mengenai keturunan. Dalam dua malam kakak dan adik memperkosa satu ayah, ini sungguh sangat bejat, disini kita bisa melihat pengaruh Sodom terhadap keluarga Lot, yaitu anak-anaknya sendiri. Kita hidup dalam dunia yang sudah bejat. Kota Sodom sudah begitu bejat, ini membuat Tuhan tidak bisa mentolerir. Lot tahu semua itu namun dia tetap mengejar harta. Dlm Yeh 16:49 kita melihat bahwa kota ini sangat kaya, ini sangat menarik hati Lot. Lot sudah kaya, namun dia terus hanya ingin memperkaya diri. Bila kita seperti ini, kita harus bertobat. Pada 1996 saya berhenti bekerja, saya berhentikan perusahaan saya karena saya mau merawat isteri saya. Disini ada pergumulan dan pertanggung jawaban dihadapan Tuhan, saya tidak mau hanya mengejar kekayaan. Lot sangat kontras dengan Abraham. Ketika dia sudah mapan, namun Tuhan memanggilnya, maka dia meninggalkannya semua kemapanan hidupnya, pergi ke tempat yang dia tidak tahu. Pada Kej 14, Lot semestinya memiliki kesempatan untuk meninggalkan kota itu, namun dalam Kej 19 kita melihat bahwa dia tetap kembali ke Sodom. Kenikmatan dunia bisa membuat orang lupa diri.

Lot adalah orang yang tidak punya kesaksian hidup. Kej 19:14 mengisahkan Lot yang ketika memperingatkan kedua bakal menantunya dia dianggap berolok-olok (bercanda) saja. Dlm 19:15 dikatakan bawha kedua malaikat itu mendesak Lot, dan ketika dia berlambat-lambat maka melaikat-malaikat itu menarik Lot sekeluarga. Lot berlambat-lambat dalam mengikut melaikat tersebut, ini sangat ironis. Dia sengaja berlambat-lambat, kalau bisa dia tidak meninggalkan kota tersebut. Kalau dia sendiri tidak berniat meninggalkan, wajar bila dia tidak didengar oleh para bakal menantunya, sebab hidupnya tidak menjadi kesaksian. Bila kita tidak menjadi kesaksian bagi anak-anak kita, kita hanya akan dilihat sebagai orang yang becanda saja. Kemarin, waktu memberikan konseling pra nikah, orang bertanya kepada saya mengenai cara mendidik anak, hal itu sebenarnya simpel, tentu itu adalah anugrah Tuhan, dan kita harus menjadi teladan hidup. Kita melihat pada akhirnya istri Lot menjadi tiang garam karena dia menoleh kebelakang. Hatinya ada di Sodom sehingga akhirnya dia menjadi binasa, menjadi tiang garam.

Lot adalah orang benar, namun dia tidak menularkan imannya kepada istri dan menantu-menantunya. Kej 19:26 dikutip oleh Lukas 17:32 sebagai peringatan untuk mengingat isteri Lot. Dalam kedatangan Yesus yang ke 2 kali, kita disuruh untuk mengingat isteri Lot yang begitu mencintai apa yang dimiliki di dunia ini. ini sangat kontras dengan Tuhan Yesus yang berkata apa gunanya memiliki seluruh dunia tetapi kita kehilangan nyawa kita.

Setelah mereka keluar dari kota tersebut, maka kita melihat dosa lain, yaitu anak-anaknya memperkosa dia. Kita melihat dia gagal mendidik isterinya (yang menjadi tiang garam) dan anak-anaknya (yang memperkosa dia). Lot tidak memiliki hidup doa yang baik, waktu Tuhan berkata bahwa kota itu akan ditunggang balikkan dia justru berlambat-lambat, berbeda dengan Abraham yang berdoa bagi kota tersebut. Abraham tidak sekedar berdoa untuk Lot (keluarganya), namun untuk kota tersebut. Abraham tidak sekedar family interest. Abraham berdoa untuk satu kota tersebut, Abraham tahu sekali seperti apa murka Allah itu. Abraham tidak berkepentingan dengan Sodom, dia tidak tinggal disana, namun dia tetap berdoa untuk kota yang bejat tersebut. Inilah orang yang sudah bertumbuh di dalam Tuhan, inilah hidup yang berkelimpahan sehingga serius bergumul dihadapan Tuhan. Kontras sekali dengan Lot yang benar-benar tinggal disana namun tidak pernah berdoa bagi kota tersebut. Kehidupan doa biasa dibagi berbagai macam, syukur, permohonan, pengakuan dosa, dsb. Namun dalam berdoa, kita sering hanya seperti kaset yang diulang-ulang, tidak ada pergumulan di dalamnya. Lot adalah seorang percaya yang meninggalkan warisan yang sangat jelek. Mana yang kita pilih, mendapatkan warisan dari orang tua kita, harta yang melimpah atau teladan yang baik. Bila kita hanya mendapatkan uang yang banyak maka celakalah kita. . Warisan rohani apa yang kita tinggalkan bagi keturunan-keturunan kita??? Kiranya kisah Lot ini menjadi ceriman bagi kita untuk kita belajar untuk terus bergumul. Amin.

GOD be praised!!!

Sabtu, 20 Juni 2009

Filsafat Pendidikan

Ev. Ivan Kristiono

12 juni 2009

Ulangan 6:4-9; Amsal1:7; 31:10-31


Banyak orang Kristen memiliki filsafat pendidikan yang non Kristen. Semua orang memiliki cara pandang, sangat berbahaya kalau kita tidak menyadari apa dan asal cara pandang kita, ataupun efeknya. Gereja sebagai tiang kebenaran dalam dunia harus mengajar jemaat bagaimana jemaat memiliki filsafat pendidikan Kristen. Banyak orang yang konseling mengenai sekolah, dan mereka sangat kaget karena mereka tidak pernah mengerti mengenai filsafat pendidikan yang selama ini mereka anut. Banyak sekolah yang menganut liberation education, progressivism dsb, lalu muncul keminderan orang-orang Kristen kalau dia tidak mengikuti cara Amerika. Kita percaya Alkitab melampaui segala sesuatu, dan kita perlu bijaksana untuk mengerti kebenaran itu. Sama-sama Kristen, filsafat pendidikan bisa lain; ada yang bernama konservatifisime yang bersifat anti intelektual dari sayap Injili; disini anak semacam diindoktrinasi dengan saat teduh, membaca Alkitab dan lain sebagainya. Ada liberation education yang berasal dari liberation theology dsb. Kita sering mendengar pusat pendidikan bukanlah guru, tetapi murid. Tapi sesungguhnya pusat pendidikan adalah Tuhan. Tuhan itu real (nyata), bukan abstrak. Yang membuat manusia mengerti kebenaran adalah Roh Kebenaran. Waktu kita berpusat ke Tuhan, kita otomatis concern terhadap anak, waktu kita berpusat pada anak maka anak tersebut menjadi bos. Tuhan Yesus menyatakan bahwa Dia adalah guru, jadi tidak benar bila dikatakan bahwa kita tidak boleh memarahi anak. Sama-sama Kristenpun bisa sangat berbeda, terlebih lagi yang bukan Kristen. Hal tersebut sekarang diperparah dengan motiv marketing. Banyak orang yang mau mencari hal yang langsung dan praktis, padahal sesungguhnya pendidikan adalah proses .

Shema (LAI: Dengarlah; dalam Ulangan 6:4) adalah fondasi dasar bagi pendidikan. Sekarang ada yang bernama deschooling yang muncul dari seorang yang bernama Ivan Illich, dia mengatakan bahwa Martin Luther sudah membuat negara mencampuri bidang pendidikan, menurut dia anak-anak harus dibebaskan dari ideologi kapitalis, karena itu negara tidak boleh mencampuri urusan pendidikan. Alkitab sudah bicara bahwa pendidikan tidak netral. Waktu kita menyusuri dalam sejarah; Martin Luther menetapkan bahwa pendidikan harus dilaksanakan oleh negara. Alasan pertama adalah keterbatasan kemampuan, yaitu keterbatasan kemampuan orang tua dalam mendidik anaknya, kedua keterbatasan waktu yang dimiliki bagi seseorang untuk mendidikanak-anaknya, ketiga masalah surat penghapusan dosa. Luther mendorong orang untuk memberi uang kepada negara untuk pendidikan daripada memberikan uang untuk ketamakan kepausan untuk membeli surat penghapus salah.

Sebelum Luther, sebelum Aristoteles, sebelum Plato, di padang gurun, TUHAN sudah menetapkan lembaga pendidikan yang paling dasar, yaitu keluarga. Ini tidak bisa diganti oleh pendeta, guru dsb. Seringkali anak-anak lebih hormat kepada guru ketimbang orang tuanya. Orang tua seperti ini sangat kasihan, hak nya untuk mendidik anak sudah dicabut dan diberikan kepada orang lain. Sebagai unit yang paling dasar, keluarga harus menjalankan pendidikan. Semua bermula pada yang paling dasar / ontologi (be atau keberadaan dari “hal” tersebut). Semua bermula dari TUHAN, realita adalah kita hidup dihadapan Allah. Ontologi Kristen harus mulai pada credo atau pengakuan iman bahwa Allah itu ada dan Dia mencipta, dan itu disusul oleh etika. Etika dibangun diatas dasar realita (ontologi) yang benar. Tuhan itu Allah kita, Tuhan itu esa (kalimat tersebut ontologi), maka kasihilah Tuhan Allahmu (kalimat yang menyusul ini etika). Ada anak yang sudah hampir tidak naik kelas namun bermain sampai sore, sementara ada anak-anak yang pintar, nilainya bagus, justru semakin rajin belajar. Etika itu cara dia memandang sesuatu, dan hal tersebut tergantung pada presuposisi dia. Pintar/bijak berati mau diajar bukan IQ yang tinggi. Peperangan yang sangat besar adalah membuat orang bebal menjadi bijak. Makin bebal, makin dia menghina didikan, makin bijak makin suka akan didikan.

Behaviorism menyatakan bahwa orang dan kuda tidaklah berbeda, asal dia dipuji waktu melakukan yang baik maka dia akan menjadi baik. Manusia yang lahir itu bukan kertas polos (tabula rasa), manusia sudah berdosa. Realita / ontologi senantiasa berkaitan dengan etika yang mengikuti. Yahudi banyak memenangkan nobel; orang Yahudi sangat mengenal perintah taklukkanlah bumi... (Kej 1:28) dengan demikian maka dia bisa membelah katak, menelitinya sedemikian rupa; sementara itu orang-orang India akrab dengan konsep bahwa manusia dan alam adalah satu, kita bisa menjadi katak suatu hari kelak ketika berinkarnasi, maka mereka tidak berani sembarangan membelah tubuh katak, bisa jadi katak itu adalah nenek moyang mereka. Ontologi senantiasa berkait dengan etika/ sikap. Pertama tegakkan kebenaran, setelah itu tegakkan etika sesuai kebenaran tsb. Tanpa Firman/kebenaran maka liarlah rakyat. Dimulai dari ontologi lalu masuk ke pada etika.

Tujuan dari pendidikan adalah supaya anak-anak takut akan Allah, anak dekat dengan Tuhan. Kapan pendidikan dilaksanakan??? Pada ay 7 dikatakan agar pendidikan dilaksanakan secara berulang-ulang atau berkesinambungkan. Jadi, pendidikan untuk membuat manusia takut akan Allah menjadi tema utama dalam keluarga. Ini menjadi topik utama, dan sering dibicarakan. Namun sekarang, kita sangat susah dan jarang berbicara mengenai Allah dalam keluarga kita, kita sudah terjangkit sekularisme, kita memisahkan segala hal dari Tuhan. Tema utama pembicaraan yang utama semestinya adalah untuk mempermuliakan Tuhan, dalam setiap aspek pembicaraan senantiasa adalah bijaksana Firman Tuhan. Tema-tema tentang Firman senantiasa ada. Takut akan Allah adalah tujuannya. Dalam Ams 1:7 dikatakan bahwa orang yang takut akan Allah adalah orang yang bijak. Manusia dididik untuk takut akan Allah dan itulah orang bijaksana. Bijaksana yang paling puncak adalah mengenal Kristus. Dalam Alkitab, bijaksana tidak senantiasa dikaitkan dgn keterampilan akademis. Pendidikan Kristen menjadikan kita bijaksana yaitu menjadikan mereka takut akan Allah. Yang harus dididik bukan hanya orang muda, tetapi semua orang. Sudah bijak harus menambah kebijakan lagi, itu adalah karakter orang bijak.

Bijak yang pertama adalah bisa menerapkan Firman dalam hidup sehari-hari. Ams 31:10-31; ay 13-15 berbicara mengenai rajin. Ay 20 orang bijak peka terhadap kesulitan orang lain, ay 26 , 28 , 30 kita melihat bahwa yang bijaksana itu adalah ibu rumah tangga, bukan profesor dsb. Siapapun bisa takut akan Allah. Amsal dibuka dan ditutup dengan takut akan Allah. Yang disebut sebagai takut akan Allah bukan setiap saat bergidik, namun seluruh Firman Allah diaplikasikan dalam hidup, dan hal itu perlu dilatih. Itulah tujuan dari pendidikan Kristen.

Yang kedua, bijaksana adalah mengutamakan Kerajaan Allah; bijaksana berarti tahu mana yang dahulu dan utama dan mana yang terkemudian. Yang kedua adalah mengutamakan yang berharga. Mana yang berharga Allah atau mamon??? Ini dahsyat, Tuhan dikomparasikan dengan mamon, tiap kita memiliki mamon yang harus kita perangi. Mana yang berharga dan mana yang tidak berharga, ini adalah bijaksana kedua. Ketiga, bijaksana berarti mampu menyangkal diri; sepanjang sejarah, orang bijaksana adalah orang yang mampu mengerem kemauannya. Amsal 1 mengajarkan bahwa dimana ada pendidikan disana ada godaan. Disana pasti ada kesulitan. Sekolah bukan karantina, yang dikatakan baik bukan sekedar berarti tidak narkoba, tidak berjudi dsb. Jika hanya berhenti disana maka itu namanya tempat karantina. Ada kesenangan duniawi dan ada godaan dalam pendidikan. Dalam Alkitab, karakter bertumbuh dalam 3 hal, pertama dari buah-buah Roh, kedua, karena janji Firman Tuhan, ketiga, karakter muncul setelah orang menghadapi kesulitan. Tugas kita adalah senantiasa mentoring, biarkan anak menghadapi kesulitannya. Karakter yang agung sering muncul dari kesusahan yang begitu besar. Pendidikan Kristen bertujuan supaya orang takut akan TUHAN, untuk mengaplikasikan Firman dalam seluruh hidup, dan untuk itu pasti ada banyak halangan.

Biarlah suatu hal yang paling dasar ini terus kita aplikasikan dalam filsafat kehidupan dan pendidikan kita. Jangan kita minder, kita harus terus berani untuk dilatih belajar Firman. Kiranya seluruh hidup kita diarahkan seturut Firman Tuhan demi kemuliaan nama-Nya.

(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah – KK)

GOD be praised!!!

21 Juni 2009

21 Juni 09

GRII Bintaro Jl Maleo Raya, Ruko Sektor 9; Blok G 8-9 Bintaro Jaya Sektor 9
Ibadah I 07.00 Ibadah II 10.00 (Gedung Gereja Imanuel)
Pengkhotbah: Pdt. Rudy Pranoto
Liturgis : Sdr. Eko Aria (Ibadah I) ; Bp. Cuncun Setiawan (Ibadah II)

PRII BSD
Ruko Malibu Blok B-25 BSD
Ibadah 17.00
Pengkhotbah: Sdr. Eko Aria
Liturgis : Bp. Daniel L. Nugraha

Pemuda Remaja (20 Juni 2009)
Setiap hari Sabtu 16.30 di GRII Bintaro

Pemuda & Remaja (Gabungan) - Ibu. Nony Subeno
Pemuda & Remaja libur pada tanggal 27 Juni 2009 (NRETC)

Sabtu, 13 Juni 2009

Pentakosta

Sdr. Eko Aria

07 Juni 2009

Kisah Para Rasul 2:1-47; 7-8:1a


Kita akan melihat khotbah yang dicatat Lukas berkaitan dengan peristiwa Pentakosta untuk kita mendapatkan gambaran yang lebih utuh mengenai peristiwa fenomenal ini. Pertama kita akan lebih terfokus pada khotbah Petrus. Khotbah ini dicatat sebagai bagian yang menjelaskan peristiwa fenomenal tersebut. Alkitab tidak membiarkan kita berhenti pada pertanyaan-pertanyaan yang akan bergulir liar dengan membiarkan peristiwa fenomenal tersebut tanpa tafsiran. Ada beberapa jenis respon terhadap peristiwa besar tersebut. Ada yang tercengang heran, namun ada juga yang mencibir dan mengatakan bahwa mereka sedang mabuk oleh anggur. Ketika berhadapan dengan sebuah peristiwa kita akan melihat bahwa kita bisa meresponinya dengan sikap yang berbeda. Ada orang yang memang tidak percaya dan memutuskan untuk tidak percaya, namun ada mereka yang memang dikaruniakan Tuhan untuk mencari kebenaran. Disini kita melihat bahwa peristiwa spektakuler ataupun mujizat-mujizat besar tidak menjadi jaminan bagi seseorang untuk bertobat. Ev. Inawati Tedy menyatakan bahwa mujizat-mujizat yang diberikan sering kali tidak membuat manusia bertobat. Dan hal tersebut kita lihat konfirmasi secara jelas dalam bagian ini, setelah khotbah Petrus kita melihat bahwa banyak diantara mereka yang menjadi percaya, kalimat itu (bahwa banyak yang menjadi percaya pada ay 41) muncul bukan setelah mujizat besar tersebut terjadi melainkan setelah Petrus selesai memberikan khotbahnya. Iman muncul dari Firman. Iman yang tidak didasarkan pada Firman adalah iman yang salah. Apa yang kita imani, apa yang menjadi dasar iman kita??? Namun yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah, apakah yang dimaksudkan bahwa iman kita berdasarkan Firman. Apakah kita pikir bahwa bila dalam otak kita ada beberapa proposisi ortodoks atau seperangkat kalimat Kristen seperti :”Yesus Kristus satu-satunya Juruselamat; Tuhan Yesus mati disalib dan dibangkitkandsb. itu berarti kita sudah beriman sesuai dengan Firman??? Ketika ada rangkaian kalimat dalam kepala kita apakah itu berarti bahwa kita sudah beriman berdasarkan Firman tersebut??? Saya percaya tidak, apa yang terjadi dalam orang-orang yang menerima khotbah Petrus bukanlah demikian.

Kembali kepada peristiwa besar yang tadi. Kita mungkin banyak mendengar mengenai peristiwa Pentakosta selalu dihubungkan dengan lidah-lidah api yang menyala, bahasa-bahsa lidah (bahasa-bahasa) sebagai hal yang menyertai peristiwa Pentakosta. Namun Alkitab tidak berhenti hanya sampai disana, peristiwa itu dilanjutkan dengan perwartaan berita mengenai Kristus. Disini kita melihat bahwa peristiwa turunnya Roh Kudus berkaitan langsung dengan direbut kembalinya penafsiran kitab suci yang benar. Ada ortodoksi yang dipulihkan, ada pewartaan Firman yang benar. Mujizat besar yang terjadi di sini adalah untuk memberikan konfirmarsi terhadap berita Injil yang selanjutnya diberitakan. Peristiwa tersebut mengkonfirmasi Firman, bukan sebaliknya, Firman berfokus kepada peristiwa besar. Dalam zaman kita sering terjadi keanehan yang luar biasa besar, yaitu bahwa Pentakosta lebih sering dikaitkan dengan lidah api, sementara khotbah dan Firman yang muncul dari mulut Petrus yang menjelaskan peristiwa itu justru disingkirkan. Ini sangat aneh namun tidak mengherankan. Kita memang hidup dalam zaman yang menggandrungi hal-hal yang spektakuler dan yang tidak biasa, dari iklan, model rambut, gaya berpakaian, group-group band, semuanya aneh, dan tidak heran di dalam gereja pun gejala keanehan juga sangat digemari. Pendeta memakai anting, khotbah yang aneh, pola kesembuhan yang aneh, tertawa, jatuh, bergetar-getar, kejang bahkan bersuara-suara seperti binatang, hal-hal aneh tersebut kita jumpai dalam gereja.

Khotbah Petrus mengarah kepada Yesus orang Nazaret yang telah melakukan banyak mujizat yang menunjukkan bahwa Ia adalah Tuhan, ternyata justru diapakukan oleh mereka. Manusia mengharapkan Mesias seturut dengan harapan manusia, ketika sang Mesias datang, dan itu tidak seturut dengan harapan mereka, maka Ia pun disalibkan. Ini sungguh ironis. Kita bilang bahwa kita merindukan Tuhan, kita ingin mengenal kehendak Dia, namun sesungguhnya kita lebih merindukan si tua berjenggot (sinterklas) ketimbang Mesias (yang dalam gambar sering juga berjenggot). Dalam hal ini kita mirip dengan orang-orang yang menyalibkan Yesus. Waktu berkata aku merindukan Tuhan, aku mengasihi Tuhan, sebenarnya yang kita butuhkan hanyalah sinterklas yang akan membuat kaus kaki yang kita gantung menjadi menjadi kantong Doraemon yang bisa mengeluarkan apa saja seturut dengan apa yang kita mau. Karena itu ketika Tuhan datang, dan Ia menyatakan banyak hal yang kita tidak sukai maka kita cenderung untuk memakukan-Nya di atas kayu salib, kita marah kepada Tuhan. Mujizat ditujukan untuk menunjukkan siapa Dia sebenarnya, dan kita tidak suka akan hal tersebut. Kita menyukai mujizat hanya dalam nuansa bila mujizat itu mampu mengeluarkan apa yang kita mau. Ketika kita melihat orang yang kita tidak suka, yang telah melukai hati kita, dan orang tersebut menerima mujizat Tuhan, sehingga memiliki keadaan yang sangat baik, sementara kondisi kita seolah berada dibawah dia, kita tidak menjadi senang, karena mujizat itu bukan ditujukan untuk menyenangkan hati kita. Ini kecelakaan yang besar, kita salah menilai mujizat. Yunus mendapatkan mujizat Tuhan, pohon jarak atas perkenanan Tuhan tumbuh, dan akhirnya mati, bangsa Asyur yang sangat jahat kepada bangsanya (Israel) menerima mujizat Tuhan (yaitu mereka bertobat), dan hal tersebut adalah mujizat yang mengesalkan hati, karena hal itu tidak mengenakkan dia sebagai bangsa Israel yang sudah sangat kesal kepada orang-orang Asyur.

Dalam kedegilan hati mereka menyingkirkan Tuhan dengn hasrat yang jahat, namun Yesus tidak dibiarkan untuk terus mati, tidak mungkin hal tersebut terjadi. Yesus pun dibangkitkan. Sekali lagi kita melihat bahwa Petrus dengan jeli menggambarkan Perjanjian Lama dalam hal ini Kristus Yesus menggenapkan apa yang ditulis dalam PL. Untuk hal tersebut mereka adalah saksi. Inilah yang menjadi hal utama ketika Dia akan naik ke sorga, bagi Yesus murid-murid tidak perlu untuk mengetahui saat ataupun waktunya, yang terpenting adalah Roh Kudus akan memberi kuasa untuk menjadi saksi??? Reaksi dari khotbah Pentakosta ini sungguh luar biasa. Merka sangat remuk hati. Mereka bertanya apa yang harus mereka lakukan. Inilah pekerjaan Roh Kudus, yaitu ketika kita dipulihkan, kita menjadi tremble (bergemetar) terhadap berita kematian dan kebangkitan Yesus, yang setiap Minggu telah kita lafalkan dengan latah (Pengakuan Iman Rasuli). Kita harus bertobat, sebab kita sudah menganggap sangat biasa berita besar ini, ini adalah berita klasik Kristen, bukan berita kuno yang bisa kita lafalkan secara sembarangan, Roh Kudus membuat kita bergetar ketika memandang kepada salib Kristus!!! Sebuah lagu American Negro Spiritual oleh JR Johnson & JW Johnson menggambarkan nuansa itu dengan sangat baik. Hadirkah kau waktu Tuhan disalib... oh itu membuatku gentar, gentar, gentar...

Efek khotbah Petrus ini berlanjut dengan kehidupan sehari-hari. Sekali lagi kita sering terjebak pada spektekularisme, dan menganggap sepi hal yang tidak spektakuler. Namun Pentakosta ini tidak berhenti pada kejadian-kejadian besar, namun berdampak pada hidup sehari-hari yang bersifat “biasa”. Semestinya hal ini membuat kita sadar akan tiap hal kecil yang adalah pemeliaraan Tuhan. Ketika kita melihat diri kita sedang dipelihara oleh Tuhan, setiap oksigen yang masuk ke paru-paru kita, yang mengalir di dalam darah dan masuk ke otak kita yang membuat kita bisa berpikir dengan baik, setiap butir nasi yang bisa diuraikan menjadi kalori, setiap sesapan susu yang masuk ke dalam tubuh bayi dan membuatnya bertumbuh, semua adalah hal yang biasa dan terjadi setiap hari, namun itu adalah pekerjaan Tuhan yang harus terus membangkitkan sense of awe, mendorong kita untuk terus terpesona pada karya pemeliharaan-Nya. Namun kita terbiasa melihat kontras, kita terbiasa melihat hal yang spektakuler, kita terbiasa melihat “hidup yang lebih hidup”, sehingga hal yang “biasa” membuat kita susah mensyukuri berkat Tuhan dalam hati kita.

Sekarang kita melihat lagi dalam diri kita, ketika tiap tahun merayakan Pentakosta, ingatkah kita bahwa Allah Roh Kudus memberi kuasa dan kita pun menjadi saksi. Bukan sekedar dalam bersaksi secara linguistik, namun dalam seluruh keberadaan diri kita. Calvin menyatakan bahwa dalam Injil itulah kita melihat penyajian Kristus yang benar. Pentakosta, peristiwa pencurahan Roh Kudus, hari yang mengkonfirmasi jati diri gereja Tuhan, sebagai komunitas yang merangsek ke dalam dunia ini dengan berita Injil dan pada saat yang bersamaan hal itu berarti menyajikan Kristus yang sejati. Hal itu terlihat dengan jelas dalam peristiwa sehari-hari yang sangat biasa. Khotbah Petrus pada bagian ini langsung disambung dengan kondisi jemaat, kehidupan sehari-hari mereka. Dan satu hal yang mencengangkan adalah bagaimana Lukas mencatat cara hidup jemaat, dimana mereka bersehati bertekun pada ajaran yang sehat, dan juga dalam praktek hidup yang sehat. Inilah penyertaan Allah Roh Kudus, merombak kehidupan orang untuk hidup seturut dengan apa yang dikehendaki oleh Allah sebagai komunitas umat Tuhan. Semestinya hal itu akan menggelisahkan diri kita, membuat kita berani menantang diri kita untuk melihat kedalam, merenungkan jati diri kita sebagai gereja Tuhan, yang dalam setiap segi hidupnya menjadi message (pesan) Injil, mempresentasikan Kristus, sehingga membuat gemetar dan heran orang-orang yang belum kenal Tuhan. Apakah hal tersebut ada dalam hidup kita, apakah hidup kita sudah menjadi deklarasi, menjadi pesan Injil (baik dalam kata-kata ataupun segala aspek hidup yang lain) yang mempresentasikan Kristus, sang Benar, sang Suci, sang Penebus, ataukah hidup kita benar-benar serupa dengan orang yang tidak kenal Kristus, dengan dibedakan hanya pada berbagai aktifitas khas agama, yaitu pergi ke gedung gereja setiap hari Minggu dan persekutuan pada hari-hari tertentu saja???

Inilah Pentakosta, didalamnya kita mendapati ada sebuah perombakan pola pikir, perombakan doktrin, ada penyajian Kristus yang asli, perubahan hidup; itulah yang menyenangkan Tuhan, itulah kedatangan Allah Roh Kudus, menginsyafkan dunia akan dosa, kebenaran dan penghakiman (Yoh 16:8). Hal tersebut dikonfirmasi dengan tindakan Allah yang terus menambahkan jumlah orang yang bertobat dihadapan-Nya. Fokus dari kedatangan Allah Roh Kudus membawa orang untuk melihat kemuliaan Allah, mengabdi pada-Nya, dan hal tersebut dikonformasi sendiri oleh Tuhan, dengan cara konfirmasi yang berbeda-beda. Dalam Petrus, Tuhan menambahkan jumlah orang, namun kita melihat bahwa dalam khotbah Stefanus yang begitu berfokus kepada Kristus, konfirmasi Tuhan diberikan melalui reaksi negatif orang-orang yang mendengarkan khotbahnya.

Kisah Para Rasul 7:1-53 menjadi semacam trailer yang begitu indah dari karya penebusan Tuhan Allah. Disini kita melihat Stefanus sebagai orang yang sangat disertai oleh Tuhan, sehingga khotbahnya begitu jitu dalam memberikan highlight terhadap peristiwa-peristiwa dalam Perjanjian Lama sampai penggenapan-Nya pada Kristus Yesus. Sebelum khotbahnya, dicatat hal yang menarik mengenai Stefanus, yaitu bahwa dia adalah orang yang penuh dengan Roh Kudus, dan dikonfirmasi dengan berbagai tanda dan mujizat. Lukas (banyak dipercaya sebagai penulis Kisah Para Rasul) bahkan mencatat bahwa orang-orang melihatnya seperti malaikat. Namun hal tersebut tidak membuat mereka percaya kepadanya, bahkan sebaliknya mereka bahkan menghasut banyak orang untuk menyerahkan Stefanus ke hadapan Mahkamah agama dan disanalah Stefanus dituduh telah melakukan penghinaan terhadap bait suci serta hukum Taurat serta adat istiadat orang Yahudi. Sebuah trik memalukan dari orang-orang yang menjunjung tinggi agama, namun juga sebuah kesempatan pelayanan yang begitu berharga ketika kondisi tersebut justru memberi Stefanus ruang untuk menyampaikan khotbah fenomenal, sebuah khotbah yang benar-benar mewartakan Kristus dengan begitu jelas, sebuah khotbah oleh seorang diaken yang dicatat dalam Alkitab dan akan terus menerus dibaca orang. Mengapa mereka yang telah melihat Stefanus seperti malaikat tidak menjadi takut dan bertobat??? Hal tersebut telah memaparkan bahwa mereka sama sekali bukan sedang mencari Tuhan namun mencari kepentingan pribadi. Gairah yang besar dalam menaati Tuhan sudah sangat dipengaruhi oleh kepentingan politis manusia, setiap kita memiliki agenda-agenda tertentu dan kita berharap tidak siapa pun juga mengusik, dan tidak juga Tuhan.

Tuduhan yang dialamatkan secara sembarangan kepada Stefanus merupakan tuduhan yang begitu berat. Berkaitan dengan jantung religi mereka, yaitu mengenai bait suci dan taurat. Tentu orang-orang Yahudi masih mengingat pahitnya pembuangan di Babel, serta perihnya hati ketika Bait Suci yang dibangun Salomo, kebanggaan religi dan identitas bangsa mereka harus luluh lantak. Demikianlah tuduhan bahwa Stefanus memberitakan bahwa Yesus akan merubuhkan bait suci tersebut merupakan suatu tuduhan yang begitu berat, yang membangkitkan kembali luka yang masih belum sembuh dari bangsa Yahudi.

Stefanus memulai khotbahnya dengan memaparkan tidakan Allah terhadap Abraham dan bagaiana keturunannya kemudian. Bagaimana bangsa itu kemudian diperbudak oleh Mesir. Dan dengan tangan yang teracung Tuhan menuntun umat-nya keluar dari Mesir, namun selanjutnya umat Tuhan justru berdosa dan menyembah berhala. Perjalanan hidup kita seringkali mencatat kegagalan kita berbakti kepada Tuhan, sebuah ironi besar yang harus disetujui oleh mahkamah agama, karena dalam poin ini dia belum bertentangan dengan Stefanus, sebuah berita yang semestinya membawa manusia melihat kedalam dirinya, dengan segala kebangkrutannya yang seharusnya membawanya kepada penyesalandan permohonan belas kasihan. Namun sungguh ironis, ketika Stefanus menyatakan bahwa mereka telah mendengar berita tersebut namun menolaknya. Ketika kebenaran datang dan menelanjangi segala keboborakan diri, alih-alih bertobat mereka justru marah dan membunuh Stefanus. Manusia tidak mengharapkan kebesaran Tuhan dinyatakan, manusia hanya berharap sesuatu yang baik menurut definisi sendiri datang. Seberapa sering ketika anugerah Tuhan datang kepada kita dengan dinyatakannya kesalahan kita, kita justru menjadi marah besar. Bangsa Israel merupakan bangsa yang mengecap berkat Tuhan yang luar biasa besar; TUHAN, Allah semesta alam berkenan untuk menjadi Allah mereka. Namun ironis, ketika Allah menyatakan diri kepada manusia melalui para nabi (Ibr 1:2) yang menegur, menyatakan kesalahan, menyerukan pertobatan, para nabi tadi justru banyak yang disiksa bahkan dibunuh. Puncaknya adalah Kristus Yesus, sang Allah sendiri yang datang dan mewartakan Injil juga dibunuh.

Sangat tertusuk hati mereka (ay 54). Berita Injil yang diberitakan dengan benar akan menelanjangi segala kebobrokan kita. Membongkar segala kepalsuan, terutama di dalam memanipulasi Tuhan. Stefanus menikmati satu bahagia puncak ketika Dia diperkenankan untuk melihat Tuhan Yesus berdiri di sebelah kanan Allah Bapa, satu hal yang dirindu-rindukan oleh orang-orang saleh (adakah kita mendambakan Allah???). Kerinduan terhadap Allah inilah yang mendorong Musa untuk berdoa supaya diperkenankan untuk melihat kemuliaan Tuhan (Kel 33:18). Betapa bahagianya Stefanus yang dalam masa hidupnya di bumi sudah diperkenankan untuk melihat sendiri KristusYesus yang telah dibangkitkan dan naik ke sorga. Dalam khotbah Petrus kita melihat kuasa Allah Roh Kudus yang begitu besar di dalam memulihkan kondisi orang Kristen sehingga banyak orang bertobat. Sekarang kita melihat karya dari Alah Roh Kudus yang sama, yaitu bekerja secara luar biasa dalam khotbah Stefanus. Namun hasil yang diraih seolah sangat berbeda. Ketika Petrus berkhotbah, ada 3000 orang yang bertobat, namun ketika Stefanus berkhotbah, dia mendapatkan konfirmasi Allah dengan kegeraman yang memuncak dengan diiringi lemparan batu yang menghancurkan badannya sampai dia mati. Sesungguhnya hasil dari kedua khotbah tadi (khotbah Petrus dan khotbah Stefanus) adalah sama, yaitu nama Tuhan dipermuliakan, Dia disenangkan. Inilah yang semestinya menjadi segenap cita-cita kita, yaitu dalam seluruh hidup kita, kita membawa Injil Tuhan, dan Diapun disenangkan melalui kesetiaan kita.

Para saksi meletakkan jubah Stefanus di depan Saulus, dan pada 8:1a kita melihat bahwa Saulus juga Stefanus mati dibunuh. Saulus yang dinyatakan sebagai seorang muda, telah menjadi saksi sebuah pembunuhan yang begitu kejam. Kekejaman yang dilegitimasi oleh semangatnya dalam membela agama (yang salah). Namun di sisi yang lain, kia melihat bahwa Paulus pun nantinya menjadi seorang yang begitu kukuh dalam memperjuangkan iman dan diapun beroleh kehormatan untuk mati sebagai martir, sebagai saksi Kristus. Satu hal yang telah dia saksikan dalam diri Stefanus, sang diaken, yang penuh dengan Roh Kudus, yang menggenapkan kehendak Allah, membawa berita Injil Tuhan, mempresentasikan Kristus, menyatakan dengan gamblang identitas gereja, menyenangkan Tuhan diatas segala-galanya. (KK)


GOD be praised!!!







14 Juni 2009

14 Juni 09

GRII Bintaro Jl Maleo Raya, Ruko Sektor 9; Blok G 8-9 Bintaro Jaya Sektor 9
Ibadah I 07.00 Ibadah II 10.00 (Gedung Gereja Imanuel)
Pengkhotbah: Ev. Ivan Kristiono
Liturgis : Bp. Daniel L. Nugraha (Ibadah I) ; Bp. Agung Waluyo (Ibadah II)

PRII BSD
Ruko Malibu Blok B-25 BSD
Ibadah 17.00
Pengkhotbah: Pdt. Rudy Pranoto
Liturgis : Bp. Jimmy Sapoetra

Pemuda Remaja (13 Juni 2009)
Setiap hari Sabtu 16.30 di GRII Bintaro

Pemuda - Bp. Tangkas Siahaan
Remaja - KK White

Jumat, 05 Juni 2009

07 Juni 2009

07 Juni 09

GRII Bintaro Jl Maleo Raya, Ruko Sektor 9; Blok G 8-9 Bintaro Jaya Sektor 9
Ibadah I 07.00 Ibadah II 10.00 (Gedung Gereja Imanuel)
Pengkhotbah: Sdr. Eko Aria
Liturgis : Bp. Junaedy Hertanto (Ibadah I) ; Bp. Cuncun Setiawan (Ibadah II)

PRII BSD
Ruko Malibu Blok B-25 BSD
Ibadah 17.00
Pengkhotbah: Bp. Tangkas Siahaan
Liturgis : Bp. Bintang Sitompul

Pemuda Remaja (06 Juni 2009)
Setiap hari Sabtu 16.30 di GRII Bintaro

Pemuda - KK White
Remaja - Bp. Tangkas Siahaan

Pentakosta

Pdt. Rudy Pranoto

31 Mei 2009

Kisah Para Rasul 1:1-14

Dalam dunia ini banyak hal yang kurang dimengerti oleh murid-murid, bahkan merekapun tidak menyangka bahwa Kristus akan bangkit. Tuhan sudah berulang kali memberitahukan kepada murid-murid-Nya namun mereka terus gagal menangkap. Seringkali kita mendengar Firman, namun kita sudah memiliki pengertian dan kepentingan sendiri. Mereka pikir Tuhan gagal, Dia telah mati namun Tuhan memakai wanita (yang kurang dihargai) untuk menjadi saksi kebangkitan. Hal ini membuktikan Tuhan berdaulat, dan Dia berhak untuk memakai siapapun yang Dia mau, ketika Dia mau memakai kita jangan kita take it for granted (memandang sepele); jangan menyia-nyiakan, belum tentu Dia mau terus memakai kita. Kita harus belajar untuk menghargai anugerah Tuhan. Mungkin Petrus dan Yohanes tidak iri kepada Maria, namun mereka tidak percaya ketika Maria mengatakan bahwa dia telah melihat Tuhan (yang sudah bangkit), mereka tidak percaya sebab mungkin mereka pikir mereka itu eksklusif, mereka adalah murid-murid terdekat Tuhan Yesus semestinya mereka yang menyaksikan lebih dahulu bila Dia bangkit. Thomas bahkan perlu bukti dahulu sebelum dia percaya, dia ragu terlebih dahulu dan bergumul sebelum akhirnya menjadi percaya, orang seperti ini tidak dibuang oleh Tuhan. Namun ada jenis keraguan kedua, keraguan yang berbeda dengan keraguan Thomas, yaitu keraguan yang semakin membawa orang kepada ketidak percayaan, ketika mereka ragu, mereka sudah memutuskan untuk tidak percaya, orang seperti ini dibuang oleh Tuhan. Dalam Mrk 9:24 ada kalimat yang unik, “aku percaya tolonglah aku yang tidak percaya ini”. Dia mau untuk percaya tetapi dia tidak sanggup untuk percaya, mereka adalah orang yang rendah hati. Orang yang rendah hati tahu bahwa dirinya tidak bisa percaya. Yang menggerakkan orang untuk percaya adalah Tuhan. Roh Kudus berperan sangat penting. Ada 2 ekstrem dalam gereja, yang pertama mengatakan bahwa Roh Kudus hanya datang sekali dalam sejarah, yang kedua, tiap Petnakosta meminta untuk Roh Kudus turun lagi; mereka meminta jemaat untuk membersihkan hati, karena jika hati kurang bersih maka Roh Kudus tidak mau turun dan masuk dalam diri kita.

Keduanya salah, peristiwa Petnakosta hanya terjadi sekali, namun hal itu tidak berarti bahwa kita tidak perlu bergumul untuk dipenuhi Roh Kudus. Tuhan sering mengajar mengenai konsep kerajaan Allah yang nda dimengerti oleh orang-orang Yahudi. Ketika Dia datang, Dia merepresentasikan (mawakili atau menggambarkan) kehadiran Allah yang sempurna, Dia juga merepresentasikan manusia yang taat sempurna kepada Allah. Dan hal itu memberikan gambaran yang utuh mengenai Kerajaan Allah. Kerajaan Allah adalah kita sebagai hamba-hamba-Nya taat kepada Bapa sorgawi. Kerajaan Allah berbicara mengenai ketaatan yang penuh. Disini kita melihat paham transendensi. Kalau Dia Raja maka kita adalah hamba. Hal ini bukan berbicara bahwa bila Dia Raja maka kita adalah anak Raja. Yang pertama (Dia Raja dan kita adalah hamba), berbicara mengenai kewajiban, namun yang kedua (Dia Raja dan kita anak Raja) terus menuntut hak. Bagi orang yang mengerti, mereka akan menunt diri untuk bekerja dan taat bagi Tuannya. Sama-sama mengaku Yesus adalah Raja bisa memiliki 2 konsep yang sangat berbeda.

Disini dikatakan mengenai dibaptis dalam Roh Kudus. Waktu Yohanes Pembaptis mengatakan mengenai hal ini, dia berbicara mengenai kapak dan api, hal ini adalah mengenai penghakiman. Banyak gereja yang tidak suka berbicara mengenai penghakiman, mereka takut kehilangan jemaat. Yohanes Pembaptis adalah orang yang sangat tajam dalam menegur, namun hatinya sangat rindu untuk menaati Allah. Berbicara mengenai kapak, berarti berbicara mengenai pemisahan. Api dimaksudkan sebagai penghukuman, namun juga berarti sebagai pemurnian iman. Kita perlu untuk mengalami banyak sengsara dalam pendewasaan iman untuk mendapatkan kemurnian. Berlian hanyalah karbon, yaitu karbon yang ditekan dengan kekuatan yang sangat besar sehingga bisa berkilau. Proses pemurnian ini sangat penting, bukan sekedar jalan keluar atau hasil akhirnya. Setiap saat Tuhan membentuk kita dan saat pembentukan itu adalah saat yang indah. 1 Kor 10:13 sangat indah, pencobaan mungkin tidak hilang, namun kita diberikan kekuatan untuk menanggungnya.

Roh Kudus yang bisa membuat kita menjadi orang-orang yang penuh kemenangan. Kita tidak menanti Roh Kudus turun lagi, namun kita menantkan kepenuhan Roh Kudus. Waktu kita mengalami banyak pencobaan, kita mungkin bisa lelah, dalam kondisi seperti ini kita belajar untuk menanti dan belajar untuk menjadi semakin tekun. Mananti memiliki pengertian mengasihi. Orang yang tidak menanti Kristus berati tidak mengasihi Dia. Pekerjaan Roh Kudus adalah membaptis dan memberikan kuasa yang besar. Tanpa Dia pelayanan kita hanya akan menjadi pelayanan yang sangat kering.

Murid bertanya maukah Tuhan memulihkan Israel, namun bagi Tuhan yang penting bukan mengetahui kapan waktunya, namun yang diperlukan adalah bagaimana menunggu. Banyak orang Kristen ingin mengetahui masa dan waktu, banyak orang ingin mencari kehendak Tuhan hanya karena semangat egois yang takut salah. Namun Tuhan menekankan mengenai ketekunan untuk menunggu. Kepenuhan kuasa dikaitkan dengan bersaksi. DL Moody dalam buku Secret Power mengakhiri dengan witnessing in power. Agar berita dan kesaksian kita powerful kita perlu untuk dipenuhi Allah Roh Kudus. Kesaksian itu keluar, menjadi kesaksian bagi semua bangsa. Gayanya bukan centrifugal (kedalam) namun centripetal (keluar). Mari kita menggumulkan hal ini dengan serius, Allah Roh Kudus turun agar kita menjadi saksi keluar, dan kita menantikan seluruh orang percaya benar-benar genap dikumpulkan, dan Tuhan Yesus akan datang kembali. Tugas bagi kita sementara kita menyongsong adalah terus memberitakn Injil.

(Ringkasan khotbah ini sudah diperiksa oleh pengkhotbah – KK)

GOD be praised!!!